Friday, December 26, 2008

Menabung

Aku dari kecil telah terbiasa untuk hidup hemat. Uang saku-ku yang cuma 50 sampai 100 rupiah selalu kusisihkan untuk kutabung di celengan tanah. Biasanya kira-kira setiap 3 bulan sekali aku bersama kakakku selalu memecah celengan untuk kuhitung jumlah rupiah di dalamnya. Uang yang terkumpul selalu kuserahkan ibuku untuk ditabung di tabungan Bank BPD, kakakku punya tabungan Bima, kalau aku lebih memilih Simpeda. Aku merasa bangga punya tabungan sendiri kala itu disaat teman-teman seusiaku selalu menghabiskan uang jajannya dan tidak punya tabungan di Bank. Ibuku selalu berpesan kalau tabunganku itu untuk biaya kuliahku kelak di Perguruan Tinggi. Aku bukanlah anak orang yang kaya raya, tapi Alhamdulillah hidupku selalu berkecukupan dari kecil hingga kini.
Krisis Ekonomi tahun 1998 jelas menggerus nilai riil dari tabunganku. Tabunganku yang kira-kira pada saat itu sejumlah 1juta rupiah yang sebelum krisis setara dengan US$500 karena anjloknya nilai rupiah sampai ke level stabil sekitar 10000 per satu dollar amerika maka nilainya hanya menjadi sekitar US$100, maka nilainya menyusut 80%. Bayangkan jika harta kalian mendadak menyusut tinggal 20% saja dari semula.

Kembali lagi ke kebiasaanku menabung, karena krisis 1998 maka tabunganku dan kakakku di BPD dipindah ibuku ke BNI untuk didepositokan karena bunga deposito saat itu tak tanggung-tanggung mencapai sekitar 50% bisa dibayangkan sendiri hasilnya walaupun tak sepadan dengan penyusutan nilai riil tabunganku, aku pun tertarik mendepositokan uang yang sedikit itu.

Kebiasaanku menabung mulai memudar saat aku duduk dibangku SMU dan hal itu diperparah dengan kebiasaanku belanja semasa kuliah. Kebiasaanku nonton di bioskop hampir tiap minggu juga menguras sakuku yang sudah kempes. Untungnya aku nggak punya kebiasaan dugem ataupun merokok. Hobiku keluyuran pakai sepeda motor juga memperparah kocekku karena harus ekstra beli bensin. Aku juga punya kebiasaan buruk yaitu jika aku kepengen suatu barang aku akan berusaha semampuku untuk membelinya, otomatis lagi2 uang tabunganku yang terkuras. Aku masih beruntung jadi jomblo sejak semester 3 jadi berkuranglah bebanku untuk menanggung anak orang, he he....... Sepertinya pengeluaranku semasa kuliah memang besar pasak daripada tiang, uang kiriman dari ibukku hampir selalu habis sebelum akhir bulan, sehingga sedikit demi sedikit aku mengambil uang tabunganku. Aku hampir saja tidak bisa mengontrol pengeluaranku, untung saja aku sedikit-sedikit masih mendapat honor sebagai co-ass praktikum dan beberapa proyek penelitian.

Tahun depan aku kan mulai babak baru kehidupanku. Aku akan mandiri dari segi finansial dan tidak lagi tergantung kiriman ibukku walaupun nggak nolak jika masih dikirimi, he he...... Apakah aku mampu mengelola sumber finansialku seperti yang kupelajari dalam kuliah manajemen keuangan? Apakah aku bisa menjadi financial advisor bagi diriku sendiri?????? Apakah pula sertifikasi manajer investasi dan wealth management yang kumiliki akan berlaku untuk kehidupanku? Ku kan melihatnya tahun depan.


No comments:

Post a Comment