Saturday, February 12, 2011

Museum Bank Mandiri

Lobi Museum Bank Mandiri (dok. pribadi)
Mulailah di siang yang terik menjelang Sholat Jum'at aku dan temanku menuju ke kawasan Kota Tua yang mana disitu terdapat banyak Museum diantaranya Museum Fatahillah, Museum Keramik, Museum Bank Indonesia, Museum Bank Mandiri dan banyak lagi Bangunan Cagar Budaya yang menarik untuk dikunjungi.

Nah, pilihan kunjungan kami saat itu adalah ke Museum Bank Mandiri. Bangunan Cagar Budaya yang dulu juga merupakan Bank di Zaman Belanda, kemudian menjadi Bank Exim di Era Kemerdekaan sampai reformasi. sekarang bangunan kuno yang masih kokoh berdiri tegak itu menjadi Museum Bank Mandiri.

Masuk ke Museum ini gratis untuk pelajar dan nasabah Bank Mandiri, kebetulan aku Nasabah Bank Mandiri jadi gratislah masuknya. Masuk ke Lobi utama kami disambut Ruang yang luas dengan atap yang tinggi, dan tepat setelah masuk pintu utama disambut patung Naga Merah.

Di lantai pertama ini dipamerkan alat-alat perbankan zaman jadul sampai dengan mesim ATM generasi awal. Desain interior gedung ini tidak banyak berubah dari zaman Belanda sampai sekarang, hal ini bisa dilihat dari foto-foto dokumentasi yang ada. mungkin pengelola ingin benar-benar menghadirkan nuansa perbankan zaman kolonial bagi para pengunjung.

Salah satu Ruang di Museum Bank Mandiri (dok. pribadi)


Ini adalah foto ruang teller (luas banget ya....pasti nasabahnya dulu jarang antre panjang). Meja tellernya terbuat dari batu granit (kalau gk salah lho....).

Meja Teller di Museum Bank Mandiri (dok. pribadi)

Sesampainya di pojok ruangan, ternyata ada tangga turun ke bawah. Ternyata ada ruangan semi Bawah Tanah. Ruangan tersebut dulunya untuk menyimpan brankas, deposit box, dan emas. Yang menakjubkan adalah pintu bajanya yang tebalnya sekitar 70 cm. Gila....... gimana dulu memasangnya ya.....



Ruang penyimpanan berpintu baja (dok. pribadi)
Pintu Baja Museum Bank Mandiri (dok. Pribadi)
Puas mengitari Basement, Kami pun naik lagi ke lantai pertama, dan naik lagi ke lantai 2. Lantai 2 ini ternyata dulu untuk melayani nasabah-nasabah kelas atas yang tidak usah antre ( sekarang mungkin semacam Nasabah Prioritas, yang simpananya biasanya diatas 1 milyar). Lantai 2 ini juga terdapat ruang rapat direksi yang relatif luas. Lobi lantai dua lebih berkelas dibandingkan lantai pertama, dengan lampu gantung mewah dan atap yang lebih tinggi menghadap dinding dengan kaca patri warna-warni.



Tangga Menuju Lantai 2 Museum Bank Mandiri (dok. Pribadi)
Ruang Rapat Museum Bank Mandiri (dok. pribadi)
Lampu Gantung Kuno Museum Bank Mandiri (dok. pribadi)
Museum ini berbentuk persegi empat dengan taman terbuka di tengahnya yang terlihat cukup asri dan teduh, sehingga pengunjung bisa melepas lelah setelah puas berkeliling museum. Ternyata masih ada 'oase' di tengah panasnya terik matahari di kawasan Kota Tua.

Taman di Halaman Tengah Museum Bank Mandiri (dok. pribadi)
Dari Lantai 2 kami memutuskan untuk segera keluar dari Museum mencari Masjid untuk Jumatan. Kami pun sampai di Masjid belakang Museum yang ternyata bekas pergudangan. Walau cukup luas dan sudah dilengkapi kipas angin , namun panasnya udara siang itu cukup membuat kami terus berkeringat.

Kawasan Kota Tua menyimpan berbagai macam keunikan, budaya dan nilai sejarah yang sangat tinggi. Andai saja Kawasan ini diatur ulang dan didesain menjadi kawasan wisata secara profesional maka bukan tidak mungkin, Kawasan Kota Tua ini bisa menjadi Destinasi Wisata Utama DKI Jakarta yang sangat menarik disamping tetap terjaga dan terpelihara dengan baik Bangunan Cagar Budaya didalamnya.


Wednesday, February 9, 2011

Bengkel Impian

Minggu 30 Januari 2011, seperti halnya minggu2 biasa bagiku. Kuawali hariku dengan lari pagi jam setengah 6 pagi. Beli ketan, tape goreng, dan onde2 buat sarapan pagiku.

Rutinitas lainnya tak lain tak bukan merendam pakaian buat kucuci siang harinya. Aku lupa kalau Minggu itu aku berencana untuk berangkat pagi2 ke bengkel untuk service karena hari Sabtu sebelumnya bengkelnya penuh banget.

Setelah teringat kuharus ke bengkel, aku pun bergegas mandi dan langsung meluncur ke bengkel. Namun, betapa terkejutnya diriku, ternyata bengkelnya penuh sekali. Aku berangkat jam 09.30 dan sampai bengkel cuma sekitar 10 menit. Sesampainya di sana, kulihat ruang tunggu udah penuh dengan customer yang semuanya adalah pria. Saat itu aku terbersit keinginan untuk membangun bengkel AHASS sendiri.

Sambil menunggu motorku yang nggak kelar-kelar diservice kuberinisiatif untuk googling cara-cara pendirian bengkel AHASS, berapa biaya minimumnya, gimana persyaratannya, dan prosesnya. Ternyata setelah kutanya sama eyang Google, 'Beliau' menjawab kalau dengan 50 jt sudah bisa mendirikan bengkel AHASS. Yang tak kusangka disini adalah, bengkel AHASS ternyata bukan franchise melainkan kemitraan dengan Main Dealer Honda.

Bagusnya dalam operasional bengkel nantinya, pihak Main Dealer Honda akan terus membina dan memantau kinerja bengkel. Dari mentraining gratis mekanik2 bengkel, sampai mensubsidi pajak eksterior.

Melihat masih prospektifnya usaha bengkel di kota besar, aku mulai berangan-angan. Kelak jika aku jadi berumah tangga dengan 'Cempluk' dan berdomisili di Jakarta. Kami berencana membuka usaha di pinggiran Jakarta. Mimpiku membuat bengkel AHASS dengan pelayanan terbaik yang berbeda dengan bengkel AHASS lainnya. Bengkelnya rencananya kusediakan cuci motor gratis, minuman ringan gratis, akses hotspot gratis, ruang tunggu AC yang nyaman. Kebersihan bengkel juga menjadi fokus utama nantinya.

Aku dan Cempluk juga berangan-angan membuat kartu member untuk customer bengkel yang terkoneksi di unit bisnis kami lainnya. Misalnya aku juga punya apotik dan rumah makan, maka member bengkel kami bisa mendapatkan diskon di unit bisnis kami lainnya.

Dari bermimpi punya bengkel sendiri, Kami bercita2 untuk mempunyai berbagai unit bisnis yang saling terkoneksi. Semoga mimpi-mimpi kami kan menjadi kenyataan. Amin!