Monday, July 29, 2013

Mudahnya Proses KPR di BTN

Habitat Terrace Residence (Dok. Pribadi)
Hari ini kakakku melakukan akad KPR di BTN Cabang Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Ini adalah transaksi terbesar yang ia lakukan selama ini. Bagaimana tidak, plafon kredit sebesar 400jt harus ditanggungnya selama 20 tahun. Namun yang membuatku terperangah selain besarnya plafon kredit yang disetujui, juga cepatnya proses pengajuan KPR sampai dengan akad kredit hari ini.

Banyak orang termasuk diriku dulu sewaktumengajukan KPR memerlukan waktu yang relatif lama, mengalami beberapa kali penolakan dari beberapa bank, serta persetujuan plafon kredit yang lebih rendah daripada yang diajukan, sehingga semakin memperbesar DP yang harus dibayar. Namun semua itu tidak terjadi pada kasus kakakku ini.

Sekelumit proses yang akan kuceritakan dari bagaimana dia mengajukan kredit sampai dengan disetujuinya plafon KPR yang diajukan.

  1. Tanggal 30 Juni 2013, dia membayar booking fee sebuah rumah di salah satu perumahan di kawasan kelurahan Ciater, Serpong, Tangsel
  2. Tanggal 6 Juli 2013 dia menyerahkan berkas-berkas kelengkapan KPR melalui marketing perumahan yang terdiri dari Slip Gaji 3 bulan terakhir, Surat Keterangan Kerja, Fotokopi KTP, KK, NPWP, rekening tabungan 3 bulan terakhir dan Izin Profesinya, Foto, serta formulir pengajuan KPR BTN yang sudah ditandatangani di atas materai 6 ribu rupiah. Statusnya yang masih single jadinya tidak perlu melampirkan fotokopi akta nikah.
  3. Tanggal 15 Juli 2013 dia wawancara di BTN Kebon Jeruk
  4. Tanggal 22 Juli 2013 dia mendapat email SP3K (Surat Penegasan Persetujuan Pemberian Kredit) sebesar 400juta dari BTN tertanggal 18 Juli 2013
  5. Setelah melunasi uang muka ke developer dan mendeposit uang sejumlah biaya KPR di rekening BTN, akhirnya tuntaslah semua proses KPR tepat pada hari Senin, 29 Juli 2013.


Total waktu yang dibutuhkan dari pengajuan aplikasi KPR sampai dengan turunnya SP3K tidak sampai 2 minggu. Ini termasuk cepat sekali. Kucermati mengapa bisa secepat itu, aku berkesimpulan sebagai berikut:

  1. Berkas-berkas yang dikumpulkan cukup lengkap dan meyakinkan. Gaji sebesar 10juta tentunya cukup memadai untuk plafon sebesar 400jt selama 20 tahun yang mana untuk 2 tahun pertama bunganya fix 7,49% dengan angsuran perbulannya sekitar Rp3,2jt. Jadi masih wajar angsuran per bulannya berkisar 30% dari gaji.
  2. Statusnya yang masih single dan tidak ada tanggungan menjadikan biaya hidup relatif lebih sedikit daripada yang sudah menikah, sehingga tidak perlu join income dengan istri saat mengajukan KPR berbeda dengan diriku dulu.
  3. Ketiadaan kredit macet dengan status kredit yang lancar tercermin dengan tidak pernah telat membayar kartu kredit membuat kakakku dengan mudah melalui fase BI Checking. Saat mengajukan aplikasi KPR, kakakku hanya punya tagihan cicilan sebesar 300 ribuan yang masih berlangsung selama 11 bulan. Namun hal ini tidak begitu signifikan, berbeda halnya jika kita masih punya tagihan kredit lain yang nilainya mencapai jutaan tiap bulannya, tentunya Bank perlu berpikir panjang untuk memberikan kredit kepada Anda karena dikhawatirkan potensi default (gagal bayar) yang tinggi dari Anda.
  4. Pengembang yang bonafit dan sudah mempunyai kerja sama dengan BTN Kebon Jeruk menjadi faktor pendukung yang memperlancar disetujuinya KPR.
  5. Izin Profesinya dari Bapepam yaitu WMI, WPEE, dan WPPE yang tidak sembarang profesional memilikinya, membuat pihak Bank semakin yakin akan kemampuan finansial kakakku, meskipun dia bekerja di sektor swasta.


Awalnya selama seminggu setelah wawancara di BTN, kakakku sedikit resah, kok tidak ada konfirmasi ke teman atau atasannya di kantor mengenai profil kakakku. Kemudian aku yakinkan dia, mungkin BTN mempunyai cara yang berbeda untuk konfirmasi, tidak melulu melalui telpon atau datang langsung ke kantor. Ternyata kekhawatiran kakakku tidak beralasan, dan sukses KPR-nya.

Melihat lancar dan mudahnya kakakku dalam mengajukan KPR sampai akad KPR hari ini, mengisyaratkan kalau rumah yang dibelinya itu mungkin benar-benar 'berjodoh' dengannya. Memang benar ungkapan "Beli rumah itu seperti nyari pasangan hidup, alias jodoh-jodohan".

Isu naiknya suku bunga KPR BTN bulan Agustus nanti semakin memacu kakakku untuk mempercepat proses akad kreditnya agar tidak dikenakan bunga baru. Sekarang dia bisa tersenyum lega, setelah hampir setahun ini berburu rumah di Jabodetabek, dan pilihan terakhirnya jatuh di Habitat Terrace Residence yang terletak kurang lebih satu kilometer dari rumahku di Grand Serpong 2 Residence.

Baca juga:

Cicilan KPR yang Mencekik

Pengalaman Berbelanja di Saqina (.com)

"Son kalau sempat Ibu nitip beliin gamis batik ya!", pinta Ibuku sekitar 2 bulan yang lalu. Wah, bingung juga mau nyari dimana, belum lagi nanti kalau modelnya gk cocok dengan keinginan Ibu. Akhirnya selama 2 bulan niat untuk membelikan Ibu sebuah gamis batik masih hanya di pikiran saja.

Kamis, 25 Juli kemarin saat asik browsing di internet, aku liat iklan telkomsel. Di iklannya disebutkan untuk pelanggan telkomsel bisa menukarkan sebanyak 17 poin telkomselnya dengan voucher diskon di 7 online shop. Langsung saja ku klik iklan itu. Ada 7 online shop yang berpartisipasi dalam program ini. Ada pinkemma, lazada, zalora, bilna, maskoolin, saqina, dan hargahot. Dari ketujuh online shop itu, hanya lazada dan zalora yang sudah sering kukunjungi. Diantara ketujuh online shop itu, aku tertarik mengunjungi saqina.com. Dari namanya saja sudah terlintas di pikiranku, jika saqina memang berjualan khusus busana muslim. Kebetulan aku sedang mencari gamis buat ibu.

Setelah kuintip-intip busana apa saja yang dijual di saqina.com, aku tertarik dengan gamis warna hitam dengan separuh corak bunga di bagian bawah yang sepertinya cocok jika dipakai Ibu. Tak mau berspekulasi, aku menghubungi Ibu untuk melihat-lihat sendiri koleksi di saqina.com. Ternyata dia suka dan cocok gamis yang kupilihkan meskipun bukan gamis batik.

Langsung saja kutukarkan 17 poin telkomselku dengan voucher diskon 20% dari saqina. Gamis seharga 400 ribuan hanya jadi sekitar 300 ribuan plus ongkos kirim Rp20ribu ke Pati, Jawa Tengah melaui kurir JNE. Aku pesan hari kamis, hari sabtu tanggal 27 Juli 2013 sekitar pukul 9 malam sudah sampai di tangan Ibuku. Termasuk cepat pengirimannya padahal lokasi rumah ortuku tidak di Kota Pati, melainkan di sebuah desa sekitar 7 km utara kota Pati. Menurut Ibu, gamis yang kubelikan kainnya bagus, tebal, halus dan ukurannya pas. Beliau terlihat sangat puas, kedengaran dari nada bicaranya di telepon yang bersemangat menceritakan gamis barunya.

Menurutku pelayanan dari Saqina.com sudah cukup bagus. Setiap pemesanan lewat web langsung mendapat email konfirmasi nomor order dari saqina. Namun masih perlu waktu beberapa jam untuk menerima email/sms notifikasi tentang berapa jumlah uang yang harus ditransfer + ongkos kirimnya. Kekurangan lainnya adalah, ketika barang sudah dikirim, costumer tidak mendapatkan sms pemberitahuan nomor resi kurir ekspedisi pengirim barang.

Untuk metode pembayaran masih tergolong manual melalui transfer via Bank Mandiri, BCA, BNI, dan BRI dan harus melakukan konfirmasi secara manual melalui SMS. Memang Saqina tidak perlu diragukan lagi merupakan online shop terpercaya, namun masih perlu ada perbaikan fasilitas pelayanan agar lebih memudahkan costumer dalam berbelanja, antara lain dengan:

  1. memfasilitasi pembayaran menggunakan kartu kredit, debit, ataupun jenis pembayaran lainnya agar lebih fleksibel
  2. mengirimkan nomor resi pengiriman barang agar bisa dilacak secara mandiri oleh costumer
  3. dalam kolom alamat, hanya memungkinkan untuk menulis alamat sepanjang 40 karakter. Hal ini cukup menyusahkan jika alamat costumer panjang, dan bisa membuat ragu costumer apakah barang yang dipesan bisa sampai tujuan atau tidak. Sebaiknya ditambah lagi batasan karakternya, minimal sebanyak 160 karakter seperti SMS atau 140 karakter seperti twitter kali ya, he he.....


Overall aku cukup puas berbelanja online di Saqina.com

Saturday, July 20, 2013

Hobi Menanam

Menanam menurutku hobi yang mengasyikkan. Sejak kecil aku belajar menanam. Mulai dari menanam sayuran semacam bayam dan tomat, sampai dengan menanam pohon buah-buahan semacam nangka, jambu bol, nangka, sirsak, matoa, dan buah-buahan lainnya yang kutanam di sekitar pekarangan rumah.

Kecintaanku akan tanaman terutama pepohonan berkayu keras, membawaku untuk menuntut ilmu di Fakultas Kehutanan UGM. Saat aku ke hutan pun atau di lapangan seringkali aku mengumpulkan biji-bijian yang kemudian kusemaikan dan kutanam. Sebagai 'korbanya' adalah pekarangan kosku di daerah Pringgolayan Jogja, di rumah Bapak Tresno Utomo tepatnya kutanami berbagai jenis tanaman dari tanaman hias, buah-buahan sampai tanaman keras yang parahnya semua itu semula kutanam di polybag dan tidak kutanam di dalam tanah melainkan hanya kuletakkan di atas pekarangan yang semuanya di paving. Jadilah akar-akar tanaman yang semula di polybag menerobos sela-sela paving untuk menembus tanah. Akhirnya tanaman-tanaman di polybag semakin besar dan rimbun, bahkan tanaman pepaya emas-ku sampai berbuah lebat.

Pekarangan rumah eyangku di Bantul pun tak bisa terhindar dari jamahan tanganku. Tangan ini serasa gatal jika melihat ada sisa tanah di pekarangan yang kosong tak tertutup vegetasi. Matoa salah satu tanaman yang kutanam di pekarangan eyangku kini sudah berbuah.

Hobi menanamku berlanjut saat aku pindah ke Jakarta. Kantorku di Bintaro kutanami berbagai buah-buahan dari kelengkeng, kurma, matoa (ketiganya sudah RIP), jambu jamaika, jambu air, sawo, kepel, rambutan bijai, rambutan rapiah, dan rambutan parakan.

Rumahku di kawasan Tangsel juga kutanami berbagai jenis tanaman mulai dari kelengkeng, durian petruk dan montong (ketiganya sudah RIP), belimbing wuluh, jambu air kecil, jeruk bali, jambu air besar, mangga, kurma, rambutan rapiah, jeruk nipis, sirsak, jambu biji, sampai pisang cavendish dan bambu Jepang serta empon-empon memenuhi setiap sudut halaman rumahku yang sempit itu.

Mutasi ke Balikpapan pun tak menyurutkan hobiku untuk menanam pohon. Pagi tadi aku hunting bibit tanaman bersama temanku ke wilayah Jalan Senayan, Karangrejo Balikpapan untuk mencari bibit buah-buahan. Sampailah kami ke kebun persemaian kepunyaan Pak Achmad yang memajang berbagai jenis tanaman buah-buahan.

Kami sempat diajak Pak Achmad melihat koleksi tanamannya di rumahnya yang hanya berjarak kurang lebih 100 meter dari kebunnya. Banyak tanaman langka dan aneh-aneh yang baru kulihat saat itu. Ada serikaya gundul berwarna merah, apel india, anggur brazil, dan sejumlah tanaman buah langka lainnya.

Semula aku ingin mencari bibit duku, namun karena stoknya kosong aku akhirnya membeli bibit kelengkeng (aku lupa jenisnya) seringgi 1,5 m seharga 100rb dengan bonus bibit matoa (jenis kelapa) yang biasanya dibanderol 15rb rupiah. Beliau awalnya menawarkanku bibit matoa, namun karena aku sudah terbiasa membudidayakan matoa di kampungku, aku tidak begitu tertarik, namun kalau dikasih sebagai bonus aku tidak menolaknya, he he....

Sore ini akhirnya kutanam Matoa di tepi lapangan di depan kantor karena matoa memang butuh intensitas cahaya yang relatif tinggi. Sedangkan si kelengkeng kutanam di samping kantor, yang lokasinya tidak banyak dilalui orang dengan harapan pertumbuhannya tidak terganggu dengan tangan-tangan jahil.

Tadi juga kusempatkan untuk membeli benih kangkung dan sawi beserta pupuk organik yang rencananya kutanam besok minggu di polybag yang sudah kubeli di toko yang sama dua bulan yang lalu.

Harapanku di sini adalah kuingin menumbuhkan rasa cinta akan tanaman dan menjadikan hobi menanam sebagai gaya hidup setidaknya bagi teman-teman kantorku. Aku juga ingin kantorku dipenuhi dengan tanaman buah-buahan yang selain rindang juga memberikan hasil berupa buah yang bisa dinikmati semua pegawai.

Tantangan hobi menanam di Balikpapan adalah jenis tanahnya yang miskin hara yaitu tanah podzol (kuning) yang miskin hara. Perlu ekstra perhatian untuk memelihara tanaman di sini, berbeda dengan di Jawa yang tidak dipupuk pun sudah tumbuh subur. Yang menguntungkan di sini adalah melimpahnya sinar matahari dan hujan yang turun sepanjang tahun, sehingga tidak terlalu khawatir kekeringan dan tidak direpotkan dengan ritual penyiraman, karena sudah disirami oleh alam, kecuali tidak turun hujan selama 3 hari lebih, tetap harus disiram.

Ayo galakkan hobi menanam sejak dini!

Hidupku (saat ini) Antara Kantor dan Buldoser

Hidup ku di Balikpapan ini terlihat lebih teratur ritmenya daripada sebelum-sebelumnya, bahkan cenderung monoton, he he......

Di sini (Balikpapan) aku tidak membawa kendaraan bermotor, praktis jadinya ruang gerakku terbatas antara kos dan kantor yang hanya berjarak kurang lebih 50 m, kecuali jika aku maen atau nonton film dengan teman-teman kantor.

Setiap pagi aku bangun sekitar pukul 5 pagi. Jam 6 pagi aku bergegas mandi dan langsung berangkat ke kantor. Usai jam kantor pukul 5 sore, aku bergegas pulang. Begitu ritme yang terulang hampir sama setiap hari kerja. Sabtu minggu sering kugunakan untuk maen ke mal untuk sekedar ke toko buku atau nonton bioskop bersama teman yang tentunya punya motor (biar bisa nebeng), he he....

Hari ini sudah menginjak hari kesebelas bulan ramadhan. Monotonnya hidupku lebih terasa di bulan ramadhan ini. Bagaimana tidak, setiap pukul 03.23 WITA alarm ketiga HP-ku berbunyi hampir bersamaan yang memaksaku untuk membelalakan mata yang masih ingin terpejam. Usai sholat Tahajud dan Witir, kubangunkan dua teman kosku yang juga teman se kantorku untuk makan sahur ke 'Buldoser'.

Lho kok ke Buldoser, emangnya sahur-sahur mau naik buldoser keliling nyari makan sahur? Buldoser adalah nama julukan warung yang berada di samping barat kosku yang ada sebuah buldoser di sampingnya (beberapa minggu kemarin buldosernya sudah diangkut da tidak berada di samping warung lagi. Sudah sebelas hari ini aku sahur dan berbuka puasa di Buldoser. Aku suka ke Buldoser karena warungnya bersih, dan Ibu penjualnya ramah serta tak segan-segan memasakkan makanan yang khusus kupesan spesial 'fresh from the oven' seperti nasi goreng misalnya, nggak sekedar masakan yang sudah di display di etalase warungnya.

Hujan yang sering turun pada saat sahur dan hawa dingin yang sering menyergap Balikpapan saat ramadhan ini, tak menyurutkanku untuk menyambangi Buldoser setiap sahur. Aku merasa bertanggung jawab makan sahur di buldoser karena sebenarnya Buldoser tidak buka di waktu sahur, karena aku secara pribadi meminta Bu Muti (si penjual) untuk tetap buka pada waktu sahur, dan beliau berbaik hati menyanggupi permintaanku, jadilah aku selalu setia dengan Buldoser. Begitu pun saat berbuka, setelah berbuka dengan kurma dan sholat maghrib, aku pun langsung bergegas ke buldoser dan tak lupa memesan es degan tentunya.

Mencari makan sahur di Balikpapan, terutama di pinggiran kota tidak semudah seperti mencari makan sahur sewaktu aku kuliah di Jogja dulu ataupun saat masih di Jakarta.

Begitulah hidupku selama ramadhan ini hidupku diantara Kantor dan Buldoser, dimana memang letak kosku berada diantaranya.

Saturday, July 13, 2013

Pengalaman Berbelanja di Lazada (part 2)

Terakhir berbelanja di Lazada.co.id  aku membeli sepasang bantal dan guling merek Serta. Lumayan dapat voucher diskon 50ribu. Aku puas sekali dengan pelayanan lazada apalagi fasilitas gratis ongkos kirimnya (baca postingan sebelumnya: Pengalaman Berbelanja di Lazada ). Meskipun gratis Lazada tetap memperhatikan kecepatan dalam pengiriman.

Untuk pengiriman di Jabodetabek dan Pulau Jawa, menurut pengalamanku Lazada menggunakan jasa ekspedisi JNE. Sedangkan untuk pemesanan di Luar Jawa, seperti yang pernah kulakukan untuk pemesanan di Balikpapan, Lazada menggunakan RPX untuk ekspedisinya. Surprise banget sewaktu pesan dari Balikpapan, hanya dalam waktu satu hari sudah sampai Balikpapan. Pesan sekarang, keesokan harinya sudah sampai di tangan! WOW luar biasa pelayanannya. Pantas saja kalau toko online besar lainnya dibuat kelabakan oleh Lazada yang notabene masih junior di Indonesia.

Pertengahan Juni kemarin, aku memesan lagi sebuah tas punggung kecil berbentuk gajah lucu buat anakku yang akan berulang tahun pertama pada 1 Juli 2013. Tas seharga 299rb minus diskon voucher 50rb itu sangat eye catching. Pengiriman kutujukan ke alamat istriku di Tulungagung, Jawa Timur. Aku pesan hari kamis dari Balikpapan, sudah sampai di Tulungagung Sabtu pagi, saat aku kebetulan berakhir pekan di sana menjenguk anak dan istriku.

"Wow cepat banget, pas momennya!", pikirku saat menerima paket dari Lazada yang dikirim melalui JNE.

Kualitas bahan tasnya ternyata bagus dan lembut, cocok buat anak-anak. Meskipun anakku masih berusia setahun, namun dia sudah lancar berjalan dan terlihat imut sekali menggendong tas 'gajah'-nya itu.

Saat ini Lazada telah menjadi preferensi utamaku untuk berbelanja online. Banyaknya diskon, barang yang berkualitas, dan tentunya gratis ongkir serta cepat pengirimannya pasti semakin memikat pehobi belanja online. Untuk produknya sudah bervariasi, namun masih perlu ditambah lagi, toh reputasi lazada semakin terpercaya dari hari ke hari.

Lazada, pertahankan kualitas pelayananmu!

Wednesday, July 10, 2013

Heboh Septictank Mampet!


Milis google group warga perumahan kami sedang beberapa hari ini sedang dihebohkan dengan kasus yang menimpa salah satu warga. Kasus yang menghebohkan itu bertemakan kotoran manusia alias tinja, hiiii.......

Membaca pertama kali kasus yang diungkapkan salah satu warga ini membuatku prihatin, namun juga diselingi rasa geli karena komentar-komentar warga lain yang terlampau jujur mengenai topik spesial yang satu ini.

Sebut saja tetangga saya yang satu ini Mr. IT. Si Mr. IT ini suatu hari dikejutkan dengan mampetnya saluran pembuangan di closet kamar mandi rumahnya. Semula Mr. IT menduga karena mampet, maka dimintanya salah satu tukang di kompleks perumahan untuk membereskannya. Tak dinyana, si tukang mempunyai ide brilian untuk mengatasinya. Si Tukang menyarankan untuk menyemprot lubang closet itu dengan air bertekanan tinggi. Alhasil si Mr. IT sebagai empunya rumah menganggap ide itu cukup logis dan jitu. Maka dieksekusilah ide 'brilian'dari si tukang.

Kejadian yang terjadi selanjutnya sungguh luar biasa. Air bercampur kotoran muncrat kemana-mana. Air pun tidak terdengar mengalir ke bak septictanc yang berada di depan rumah. Aku coba membayangkan betapa syoknya Mr. IT melihat kondisi itu. Kecewa bercampur penasaran, Mr. IT bersama tukang-tukang di perumahan mengecek saluran pembuangan yang mengarah ke septictank. Ternyata hasilnya cukup mencengangkan! Tidak ada pipa paralon yang menyalurkan kotoran dari closet ke septictank. "Jadi kemana larinya air yang bercampur kotoran itu", pikir Mr. IT dengan lebih syok tentunya. Gila mengapa developer sebesar ini kontrolnya sangat lemah, dan terkesan cuek terhadap kualitas bangunan yang dibuatnya.

Para warga pun rame-rame menghujat developer di milis google group. Ada yang turut prihatin, ada yang penuh semangat menuntut agar developer mengecek semua saluran pembuangan ke septictank, karena dikhawatirkan kasus ini juga akan menimpa warga yang lain, ada yang menghujat habis-habisan developer terlebih letak pompa airnya ditaruh di belakang rumah dan berdampingan langsung dengan rumah Mr. IT yang kemungkinan besar kotoran yang tidak mengalir ke septictank itu mengalir ke sumurnya. Edyannnnn.....!

Aku juga kepengen menghujat habis-habisan developer yang dari awal memang aku tidak sreg dengan cara maupun hasil dari bangunan yang dihasilkannya. Dari awal pembangunan rumahku, aku selalu menyempatkan melihat progress-nya setiap minggu. Banyak yang membuatku kurang sreg, mulai dari pondasi, kualitas cor-coran untuk tulangan bangunan sampai dengan bak septictank. Khusus untuk Bak septictank aku sangat kecewa dengan developer. Bagaimana tidak, Bak septictank sedalam 2 meter yang terdiri dari 2 bis beton kualitasnya sangat jelek. Bis beton septictank rumahku yang bagian atas terpasang dalam kondisi retak-retak berat. Aku sudah komplain berkali-kali untuk diganti, namun ternyata hanya ditambal campuran semen, dan mereka terlihat buru-buru menutupnya dengan tutup beton yang kualitasnya juga patut dipertanyakan. Aku tidak bisa berbuat banyak dengan ulah mereka saat itu, karena tidak bisa mengawasi setiap hari proses pembangunan rumahku. Aku berharap kotoran di septictank rumahku bisa kukontrol desecara mandiri agar tidak mencemari air tanah. Rencananya aku secara berkala akan memberi cairan bakteri pengurai tinja yang bisa mengurai dan menetralisir dampak dari bakteri Escherichia coli yang dapat mencemari air tanah.

Banyak referensi di Indonesia yang menyarankan jarak minimal antara septictank dengan sumur adalah 10 meter. Jarak sumurku sendiri jika ditarik dengan garis lurus dengan septictank sekitar  kurang lebih 10 m. Ternyata jarak 10 meter ini ada hitung-hitungannya bukan sekadar kepantasan saja. E.Coli bisa bertahan hidup selama 3 hari, sedangkan kecepatan rata-rata aliran air tanah di Pulau Jawa sekitar 3 m/hari, Jadi masa hidup E.Coli x kecepatan aliran air = 3 hari x 3m/hari = 9 meter. Sebagai tambahan pengaman maka ditambahkan 1 meter. Jadi Totalnya 10 meter minimal jarak ideal antara Septictank dan Sumur. Sebenarnya tidak masalah septictank dekat dengan sumur, asalkan bisa dipastikan septictank-nya kedap air. Namun, sebagian besar septictank yang dibuat rata-rata rumah di Indonesia masih memungkinkan untuk merembes, jadi jarak 10 meter itu harusnya menjadi patokan minimal dalam membangun sebuah rumah.


Kembali ke masalah si Mr. IT, akhirnya pihak developer mau bertanggungjawab namun, MR. IT dan keluarganya tentunya harus diribetkan dengan proses pembongkaran lantai dan pemasangan pipa pembuangan yang membuat tidak nyaman di rumah selama beberapa hari. Namun, yang disesalkan kenapa hal sangat vital itu sampai terlewatkan oleh developer yang sudah puluhan tahun membangun perumahan. Sungguh terlalu!!!

Tuesday, July 9, 2013

Aksi Preman Kampung di Sarua Tangsel

Lagi Asik pesan nasi goreng di warung dekat rumah, tiba-tiba ada seorang pria yang mendekat ke warung. Pria itu mendekat sambil membawa uang lembaran seratusan ribu di tangannya. Didekatinya si penjual nasi goreng, lantas mereka berdua bercakap-cakap yang tidak kudengar jelas pembicaraannya walau hanya berjarak 2 meter dari tempat aku duduk.

"Kok aneh ya, orang ini datang-datang membawa uang lembaran ratusan ribu, dan si penjual kok memperlihatkan laci tempat menyimpan uang di gerobaknya. Pasti ini preman yang minta uang keamanan", pikirku saat itu.

Aku hanya bisa menebak-nebak apa isi pembicaraan mereka. Dan si preman pun beralih ke warung sebelah yang berjualan ayam goreng/pecel lele. Tak lama berselang terdengar debat yang cukup keras antara penjual pecel lele dan preman itu. Si Preman teriak-teriak sambil menggebrak-gebrak meja minta si penjual membayar uang keamanan.

"Lu tuh orang asing, gua nih orang pribumi. Lu usaha di sini , kalau lu kaya, gua juga ikut kaya! Lu udah 8 bulan nggak bayar, kalau nggak bayar lu besok angkat kaki dari sini!", teriak preman itu.

Mereka berdebat sengit sekitar 15 menit, sampai-sampai ada mbak-mbak berdua langganan penjual nasi goreng kabur nggak jadi pesan karena ketakutan mendengar suara gaduh di warung sebelah. Para penjual di deretan itu sebenarnya bukan berjualan di atas tanah desa atau tanah penduduk setempat, melainkan mereka berjualan di jalur Pipa Gas yang membelah Desa Sarua Tangerang Selatan.

Usut punya usut, ternyata dari cerita si penjual nasi goreng kalau uang keamanan yang ditarik pria itu memang per bulannya 100 ribu. Dulu sebelumnya sih cuma 20ribu, namun karena ada beberapa orang yang minta, jatuhnya banyak juga. Akhirnya para pedagang dan Perkumpulan orang 'keamanan' itu bersepakat per bulannya 100ribu, tapi dijamin tidak ada pungutan liar lainnya.

Nah kasus si penjual pecel lele yang berdebat sengit dengan si pria penarik uang keamanan itu, karena ternyata si penjual pecel lele tidak mau membayar selama 8 bulan terakhir ini.

"Memang sih 100ribu bukan angka yang sedikit, namun daripada harus sewa tempat jualan dan ribut-ribut dengan preman setempat, ya jauh mending bayar uang keamanan 100rb, sudah beres semuanya", cetus si penjual nasi goreng.
                                                               *****
Di Tangerang Selatan, khususnya di desa Sarua memang sudah lama terkenal dengan aksi preman kampungnya. Mereka si preman mengaku warga pribumi, dan kebanyakan dari mereka adalah pengangguran. Maraknya pembangunan perumahan di wilayah Tangsel, membuat para pengembang 'memberdayakan' para preman kampung pengangguran tadi sebagai tenaga keamanan dan satpam sementara selama proyek perumahan mereka dibangun. Sekalipun sudah direkrut oleh developer menjadi satpam, namun dasar mental premannya masih lebih mendarah daging daripada mental satpam yang jelas bertolak belakang dengan 'profesi' sebelumnya menjadikan para satpam dadakan yang tidak pernah mengenyam pendidikan pra satpam itu mempraktekkan jiwa-jiwa premannya pada warga perumahan terutama yang baru pindah.

Banyak tetangga yang berkeluh kesah ketika mereka pindah rumah dimintai sejumlah uang yang tentu bukan sekedar senilai uang rokok oleh para 'satpam' setempat, ataupun kalaupun tidak oleh satpam itu sendiri, ya dilakukan oleh preman kampung lainnya yang notabene teman si satpam, sehingga bebas keluar masuk kompleks perumahan. Yang lebih parah lagi jika ada tetangga yang mau merenovasi rumah, mereka tak segan-segan menarik uang dengan nilai yang jauh lebih tinggi daripada ketika pindahan, mereka perhalus istilahnya dengan sebutan 'uang jasa angkut/bongkar muat barang', padahal yang mengangkut bukan mereka.

Modus operandi para preman itu biasanya dengan nongkrong di pintu gerbang perumahan dan terlihat sangat akrab dengan satpamnya, jadi bisa dipastikan mereka teman akrab dan saling mengenal, sehingga jika si preman itu berhasil minta uang ke warga, sudah tentu si satpam (yang mantan preman) pun dapat juga komisi.  Jadi ketika ada warga yang mau pindahan ataupun ada truk bahan bangunan masuk kompleks perumahan, mereka langsung membuntuti dan setibanya di rumah warga, mereka meminta sejumlah uang dengan sedikit intimidasi.

Banyak tingkah unik dari para tetangga untuk menghindari aksi para preman ini. Ada yang angkut-angkut barang ketika masih subuh dengan asumsi si preman masih pada tidur karena pasti mereka malamnya sering begadang. Adapula yang waktu pindahan atau merenovasi rumah meminta bantuan Saudaranya yang kebetulan anggota TNI untuk menakut-nakuti preman, bahkan sampai ada tetangga yang membeli semen dimasukkan ke bagasi mobil sedannya. Memang di tengah tekanan sering memunculkan kreativitas.
Banyaknya perumahan baru berbentuk cluster dengan tembok keliling yang memisahkan dengan penduduk setempat, seringkali menimbulkan permasalahan sosial baru. Penghuni cluster yang biasanya tingkat kesejahteraannya lebih tinggi daripada masyarakat kampung setempat pasti akan menimbulkan kesenjangan. Apalagi penduduk setempat yang merasa penduduk asli semakin terdesak oleh para pendatang yang secara ekonomi lebih mapan. Pada akhirnya penduduk kampung setempat hanya berperan sebagai penonton akan kesejahteraan penduduk pendatang. Kurangnya tingkat pendidikan warga lokal (padahal dekat dengan ibukota negara) menjadi mereka kalah bersaing di dunia kerja dan akhirnya banyak pemuda yang menjadi preman, dengan budaya hidup santai, tidak perlu tenaga banyak, tapi gampang dapat uang dari memalak warga pendatang.

Pemerintah setempat harusnya tanggap dengan keadaan ini. Jurang yang semakin melebar antara si kaya dan si miskin di Tangerang Selatan, harusnya ada aksi nyata dari pemerintah setempat. Bagaimana cara mengelola SDM lokal agar bisa bersaing di dunia kerja, tidak cuek dengan semakin banyaknya preman kampung yang merajalela. Jangan hanya semata-mata menggenjot penerimaan pajak dari maraknya pembangunan perumahan, namun tidak mempedulikan kesejahteraan penduduk lokal yang semakin terdesak, yang pada akhirnya akan menimbulkan keresahan di masyarakat. Sebenarnya setelah mkuamati, sebenarnya preman-preman kampung itu hanya perlu pembinaan yang tidak mustahil bisa mendorong mereka bekerja bahkan mau berwirausaha. Preman kampung itu beda dengan preman-preman yang di Ibukota Jakarta yang terkenal bengis, ganas, dan terorganisir. Preman kampung masih mudah untuk didekati, diajak berbicara maupun berdiskusi, beda dengan preman ibukota yang hampir tidak mempan dengan cara halus. Memang kita tidak boleh hanya berpangku tangan mengandalkan peran pemerintah, kita sendiri sebagai masyarakat pendatang sebaiknya perlu membina hubungan baik dengan warga lokal setempat. Misalnya kita yang ekonominya lebih mapan, bisa memberikan sedikit bantuan sembako atau  sumbangan dalam bentuk lainnya. Atau jika memungkinkan kompleks kita mengadakan pengobatan gratis, mungkin ada warga yang berprofesi seperti dokter atau perawat bisa memberikan bantuan tenaganya, sedangkan warga lainnya menyumbang obat-obatannya. Dengan aksi-aksi sosial seperti itu, secara tidak langsung warga sekitar ikut menjaga kompleks perumahan kita, bahkan mungkin preman kampungnya pun akan sungkan untuk memalak lagi warga perumahan, karena warga kompleks sudah bersikap baik dan cukup membantu keluarga mereka. Hal tersebut memang masih dalam kerangka pemikiran yang belum diwujudkan, namun tidak mustahil untuk diwujudkan dalam waktu dekat ini.

Hidup bermasyarakat memang harus saling berbagi, menghormati, dan menjaga kerukunan. Tidak ada salahnya untuk membina hubungan baik dengan warga asli setempat, jangan mentang-mentang kita lebih kaya dari mereka, kita menutup diri rapat-rapat yang pada akhirnya semakin memperlebar jurang perbedaan.
                                                                   ******
Di kompleks perumahan kami sekarang ini keamanannya semakin baik. Pungutan liar dari preman-preman juga sudah jarang ada, meski masih juga kecolongan aksi satu dua preman yang memalak warga. Warga kompleks juga sudah merekrut satpam-satpam baru yang lebih peduli akan keamanan kompleks. Warga juga bersepakat tidak melanjutkan kontrak terhadap satpam yang mantan preman karena perilakunya yang sudah kelewatan. Sekarang sudah jarang pemuda-pemuda yang nongkrong di depan gerbang. Jika ada tamu perumahan selalu ditanyai mau bertamu ke siapa, bahkan sopir taksi pun harus meninggalkan ID card di pos satpam saat menjemput pelanggannya.