Sunday, January 26, 2014

Suka Duka Naik Kereta Gajayana (Liburan Akhir Tahun Part 2)

Kurang lebih jam 7 malam, Gajayana datang dari arah selatan Stasiun Kediri. Aku pun sudah tak sabar menaikinya untuk bertemu anakku yang pastinya tambah besar (tentunya kangen ibunya juga, he he....). Begitu kereta berhenti, aku langsung naik ke gerbong 2 dan kucari-cari anak dan istriku. Dari kejauhan di deretan bangku belakang, kulihat lambaian istriku dan anakku yang sedang berdiri di kursi.

Langsung kuciumi anakku yang sudah tidak kutemui 2 bulan lamanya. Manggala bertambah besar, tambah putih kulitnya, dan berbinar-binar matanya. "Emmmuahh-emmmuah.....!", kuciumi pipinya yang tembem kayak bakpao.

Manggala sangat aktif sekali. Dia tidak betah duduk diam ataupun berdiri di kursi. Dia selalu ingin jalan-jalan di lorong kereta. Ketika bertemu dengan anak-anak lain seumurannya di gerbong, dia pun mengajak bersalaman dan ingin bermain bersama kenalan barunya itu. Aku sempat kewalahan menuntunnya mondar-mandir di lorong.

Goyangan kereta yang cukup kencang tak cukup menggoyahkannya untuk kembali duduk di kursi. Dia malah semakin senang jika kereta bergerak dan bergoyang kencang. Aku tak begitu lama menuntunnya mondar-mandir di lorong, karena ia ingin ditemani ibunya. Mungkin dia masih menganggapku orang asing dan kurang nyaman denganku.

Sampai sekitar jam 12 malam Istriku menemaninya mondar-mandir di gerbong. Manggala tidak mau dipegangin tanggannya, dia inginnya berjalan sendiri, jadinya istriku hanya memegangi bagian jaket yang dikenakan manggala di bagian tengkuknya.

Saat dia bermain botol minuman yang masih ada isinya, tiba-tiba botolnya jatuh mengenai punggung telapak kakinya, dia pun menangis. Langsung saja istriku sigap memberinya ASI dan akhirnya Manggala pun tertidur. Memang sangat sulit menidurkan Manggala, terlebih di kereta api yang sempit bangkunya untuk tidur, padahal ia terbiasa tidur di dipan yang lumayan lebar sehingga dia bebas guling-guling kesana kemari.

Sekitar pukul 6 pagi kurang kami pun sampai di Stasiun Jatinegara. Kami naik taksi menuju rumah kami di Grand Serpong 2, Tangerang Selatan melalui Tol Jagorawi yang nyambung dengan Tol JORR. Keluar dari Pintu Tol Bintaro Sektor 7, jalanannya sudah berubah signifikan sejak 6 bulan yang lalu, terakhir aku di Jakarta. Ada Mall Baru yang gede banget namanya Bintaro Jaya Xchange. Ada underpass baru, ada jalan-jalan baru yang mengelilingi mall. Sebenarnya rumahku lebih dekat dengan pintu Tol BSD namun karena Jalan Ciater di mulut pintu tol sedang diperlebar, dengan kemungkinan kemacetan yang tinggi, jadinya kami keluar di Pintu Tol Bintaro Sektor 7. Melalui Jalan Tegal Rotan, Jalan Merpati Raya, Jalan Aria Putra, dan Jalan Sarua Raya, akhirnya Jam 7 kurang kami pun sampai di rumah.

9 hari kami berada di Tangerang Selatan. Hujan dan mendung sebagian besar menyelimuti Jabodetabek kala itu. Manggala pun hanya sempat kuajak jalan-jalan di pusat perbelanjaan dan Kebun Binatang Ragunan.

Sabtu, 28 Desember 2013 kami pun pulang ke Tulungagung dengan kereta Gajayana lagi. Perjalanan kali ini tidak selancar sebelumnya. Gerbong kereta eksekutif 1 yang kami tumpangi terpaksa harus diganti di Stasiun Purwokerto karena mengalami kerusakan. Waktu saat itu menunjukkan pukul 12 malam. Petugas memerintahkan untuk seluruh penumpang di Gerbong 1 untuk turun dan membawa semua bagasinya."Sial, tengah malam kayak gini disuruh turun ganti kereta, mana bagasi banyak sekali, parahnya lagi si Manggala sedang tidur nyenyak, huh... Kayak angkot saja dioper-oper, nggak profesional nih KAI", umpatku dalam hati.

Kami pun turun dengan barang bawaan yang cukup banyak. Manggala akhirnya terbangun, jadinya istriku kerepotan lagi menenangkannya. Sekitar sejam kami berhenti di Stasiun Purwokerto untuk menunggu penggantian Gerbong. Akhirnya Manggala pun bisa tidur kembali sekitar pukul setengah dua malam. Gerbong pengganti kualitasnya ternyata lebih buruk daripada sebelumnya. Gerbongnya agak tua, kursinya goyang-goyang tidak stabil, kalau pantat ini goyang, kursinya pun ikut goyang (oglek-oglek). Bagasi kabin di atas juga tidak tertutup layaknya gerbong Gajayana sebelumnya yang sudah seperti bagasi pesawat.

Kami tiba di Tulungagung keesokan harinya sekitar pukul 9 pagi, terlambat lebih dari 2 jam. Dan kami akhiri perjalanan kami di stasiun Tulungagung dengan menyantap nasi Soto Ayam langgananku di kompkes Parkiran seberang stasiun Tulungagung.

Wednesday, January 22, 2014

Tiket Promo Citilink yang Menggoda (Liburan Akhir Tahun Part 1)

Jika kita sekarang berada di Balikpapan dan mau ke Surabaya tentunya paling praktis menggunakan moda pesawat terbang. Tiap hari lebih dari 10 kali jadwal penerbangan dari Balikpapan ke Surabaya yang dilayani maskapai Lion Air, Garuda Indonesia, Sriwijaya, dan Citilink.
Namun, apa yang terjadi jika mau ke Surabaya dari Balikpapan, tapi transit lewat Jakarta. Tentunya hanya orang tolol yang membuang lebih banyak uang untuk perjalanan yang lebih lama dan panjang.

Namun apakah demikian adanya?

Pada bulan Agustus atau September (aku lupa mana tepatnya) ada promo penerbangan dari Citilink seharga 55ribu rupiah ke semua rute penerbangan. Kondisi saat itu, Citilink telah menghapuskan rute penerbangan dari Balikpapan ke Surabaya.

Bagiku yang sering pulang ke Jawa untuk nengok anak istri tentunya promo-promo seperti itu bagaikan angin surga yang jarang-jarang bisa kujumpai. Aku memang sudah merencanakan untuk liburan akhir tahun 2013 bersama anak istriku ke Jakarta. Tapi sebelumnya aku harus menjemputnya terlebih dahulu di Tulungagung untuk bersama-sama naik kereta api Gajayana ke Jakarta yang tiketnya sudah kubeli sekitar 3 bulan sebelum keberangkatan. Berarti yang harus kulakukan adalah terbang dari Balikpapan ke Surabaya sebelum melakukan perjalanan darat dengan bus ke Tulungagung.

Persoalannya sekarang, agar bisa memanfaatkan promo yang sangat menarik itu, aku harus memutar otak menyiasatinya. Jadilah kuputuskan aku beli tiket Balikpapan-Jakarta dan Jakarta-Surabaya. Kelihatan sangat bodoh memang tapi cuma cara itulah agar aku bisa memanfaatkan promo itu. Meski dengan 2 penerbangan, aku cuma mengeluarkan uang 110 ribu plus 2x40 ribu airport tax di Sepinggan dan Cengkareng.

Menjelang hari H keberangkatan, aku berpikir untuk membeli tiket baru menggantikan tiket promo-ku itu yang ternyata jadwal terbangnya mepet banget dengan jadwal kereta apiku. Di Jadwal tiket promo direncanakan aku tiba di Surabaya itu pukul 1 kurang, dan kuperkirakan akan sangat mepet sekali dengan jadwal berangkat kereta Gajayana dari Tulungagung sekitar pukul setengah 6 sore. Namun niat cadanganku itu kuurungkan karena harga tiket yang menjulang mendekati libur panjang akhir tahun.
Jadilah aku tetap untuk menggunakan tiket promoku dengan segala kerepotan dan risiko yang ada.

Naik Bus DAMRI Bandara ke Bungurasih memakan waktu sekitar 30 menit. Dari Terminal naik Bus Patas AC Harapan Jaya kutinggalkan Bungurasih dengan dada yang selalu berdegup kencang karena dikejar deadline keberangkatan kereta. Dadaku semakin berdegup kencang ketika terjadi macet panjang dan relatif lama di Mojokerto, padahal selama aku bolak-balik Balikpapan-Tulungagung melalui jalan Surabaya-Mojokerto jarang terjadi macet panjang.

Pukul setengah 5 sore baru sampai Jombang, dan dadakui tambah berdegup kencang karena ternyata Bus-nya berhenti sejenak di POM Bensin karena banyak penumpang yang kebelet pipis akibat dari kemacetan panjang di Mojokerto. Aku sendiri saat itu lagi dongkol sekali karena semakin tergerus deadline waktuku.

Akhirnya sekitar pukul setengah 6 sore aku memutuskan untuk turun di Alun-alun Kediri yang relatif dekat dengan stasiun, karena estimasiku yang hampir 100% benar jika aku memaksa turun sampai Tulungagung pasti aku ketinggalan kereta.

Kebetulan saat itu di Kediri sedang hujan yang lumayan lebat. Aku bertanya untuk mencari tukang ojek, ternyata tidak ada, aku pun memutuskan naik becak menuju stasiun, tapa basa-basi menanyakan ongkosnya. Ku langsung naik ke becak kecil yang hanya muat satu orang dewasa itu dengan buru-buru sambil bilang ke tukang becak "Mas, cepat ya ke stasiun, ngejar kereta nih!".

Si Tukang becak dengan sigap menutup tirai becak yang terbuat dari plastik semi transparan. Ternyata si tukang becak mengayuh melawan arus kendaraan. Aku yang di dalam becak hanya bisa merasakan liukan-liukan becak memecah keramaian lalu lintas kediri. "lincah sekali tukang becak ini, nggak salah memang memilihnya, untung tirainya agak buram, kalau tidak pasti hatiku selalu was-was karena siap-siap aja diseruduk mobil atau motor.

Akhirnya setelah sport jantung di jalanan Kediri, sampailah di Stasiun Kediri. Setelah kutanya petugas, ternyata keretanya belum datang. Malahan saat kutelpon istriku yang saat itu berada di Stasiun Tulungagung, memberitahu jika keretanya belum datang dan terlambat sekitar 30 menit ...... (bersambung)