Tuesday, May 5, 2015

Berkunjung ke Kota Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara (Bagian I)

Muara Teweh, nama kota yang baru kudengar sekitar 3 tahun terakhir ini, ketika aku bertugas di Balikpapan. Nama yang identik dengan daerah terpencil di pedalaman Kalimantan Tengah, yang jauh dari mana-mana, yang seringkali pula kudengar ke sana hanya bisa diakses melalui sungai Barito dengan perahu boat. Sekarang ketika aku bertugas di Pontianak, malah berkesempatan berkunjung ke sana.

Usai acara di Buntok, kami pun melanjutkan perjalanan ke Muara Teweh. Jarak antara Buntok dan Muara Teweh sekitar 150 km yang bisa ditempuh dalam waktu kira-kira 3,5 jam. Berbeda dengan perjalanan dari Palangkaraya ke Buntok yang jalanannya cukup datar dengan dominasi hutan rawa gambut di kanan kirinya, perjalanan dari Buntok ke Muara Teweh memberikan pemandangan dan kondisi yang jauh berbeda.

Berangkat usai makan siang di Buntok, kami naik Kijang Innova melibas perjalanan yang lumayan tidak membosankan menuju kota di pedalaman Kalimantan Tengah. Melintasi jalan raya yang cukup mulus namun agak sempit, kami pun menyusuri jalan dengan latar hutan perbukitan dengan hutan yang lumayan lebat namun sudah tidak ada pohon-pohon dengan kayu berdiameter besar ciri khas hutan hujan tropis yang masih perawan. Mungkin pohon-pohon besar di sepanjang jalan Buntok-Muara Teweh ini sudah habis ditebang pada masa kejayaan industri kayu di Kalimantan pada dekade 70-an sampai dengan awal 90-an.

Di tengah perjalanan kami melintasi daerah Ampah, yang merupakan titik persimpangan jika ke arah kanan akan ke kabupaten Barito Timur melintasi Kota Tamiang Layang, hingga bisa tembus sampai Banjarmasin, jika ke kiri lurus menuju Kabupaten Barito Utara dengan ibukotanya Muara Teweh. Kami sempat berhenti di masjid besar tepi jalan raya Ampah yang menurutku cukup besar untuk ukuran kota kecamatan di Kalimantan. Masjidnya baru direnovasi, namun tetap terkesan bersih dan lapang. Usai menunaikan sholat, kami pun melanjutan perjalanan yang masih sekitar 2 jam menuju Muara Teweh.

Dari Buntok ke Ampah, jalanan masih datar, tapi selepas AMpah jalanan mulai menanjak dan berkelok-kelok hingga Muara Teweh. Jalan Buntok - Muara Teweh sudah ada jauh sebelum jalan Palangkaraya - Buntok dibangun, namun jalan ini masih rawan longsor di titik-titik tertentu, terutama yang di pinggirnya berupa jurang. Masih cukup asri hutan di kanan-kiri jalan Ampah - Muara Teweh, sehingga mata ini pun tidak bosan dimanjakan dengan pemandangan hijau hutan dengan latar perbukitan Daerah Aliran Sungai Barito ini.

Menjelang pukul 4 sore kami pun mulai masuk Kota Muara Teweh ditandai dengan Jembatan Sungai Barito yang nampak gagah membentang panjang melintasi sungai terlebar di Indonesia ini.


No comments:

Post a Comment