Saturday, October 31, 2015

Jalan-Jalan ke Indocomtech 2015

Suasana di salah satu Hall Pameran Indocomtech 2015 di JCC Senayan (dok. pribadi)
Gembar-gembor penyelenggaraan Indocomtech 2015 tahun ini sangat masif. Kebetulan seminggu ini aku ada acara di Jakarta, jadilah aku bisa mampir ke Indocomtech, pameran komputer dan mobile technology terbesar di Indonesia. Penyelenggaraannya dari tanggal 28 Oktober s.d. 1 November 2015 di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan.

Rabu pagi sekitar pukul 10 pagi, aku meluncur dari rumahku di Sarua, Tangerang Selatan menuju JCC Senayan. Sekitar 1 jam perjalananku menuju venue pameran terbesar di penghujung tahun ini. Sesampainya di komplek Gelora Bung Karno, masuk melalui pintu utara kubayar ongkos parkir sebesar Rp5000,- tanpa karcis! Mendekati JCC di kuparkirkan motorku di tempat parkir yang dikelola oleh individu, entah preman atau apa dengan membayar Rp5000,-, sungguh kacau dan tumpah tindih dan sangat tidak profesional pengelolaan parkir di kompleks Gelora Bung Karno ini. Jarak dari parkiran Motor ke JCC sejauh kira-kira 150 m, lumayan juga sih, itung-itung olahraga.

Tiket Indocomtech 2015 (dok. pribadi)
Sebelum masuk tentunya harus beli tiket masuk seharga Rp15ribu untuk weekdays dan Rp20ribu untuk weekend. Pagi itu karena hari pertama usai pembukaan masih banyak stand-stand pameran yang belum siap 100%. Sekedar informasi di Hall A berisikan pameran dari pabrikan-pabrikan telepon seluler, toko online Blibli, Lazada, iBox, dll. Hall B berisikan pabrikan-pabrikan komputer yang nampaknya lebih sepi daripada Hall A, maklum sekarang lagi masanya smart phone bukan PC seperti beberapa tahun yang lalu. Hall C lebih dominan diisi oleh beberapa operator seluler semacam Telkomsel, Smart, Bolt yang saling berlomba menawarkan paket internetnya.

Tujuan utamaku ke Indocomtech sebenarnya mau ke gerai Erafone atau gerai penjual Blackberry Classic, karena aku butuh gadget pengganti Nokia E61 ku yang sudah lebih dari 8 tahun menemaniku untuk browsing dan menulis blog. Aku sudah lama mengincarnya, kali aja ada diskon banyak, haha... Ternyata gerai-gerai besar distributor ponsel semacam Erafone dan Telesindo berada di Main Lobby. di Telesindo stok blackberry classic sedang kosong, dan akhirnya aku menemukan blackberry classic yang dipajang bersanding diapit oleh blackberry passport dan blackberry passport silver edition. Blackbery Classic di situ dijual dengan harga seingatku Rp4,7juta untuk cash dan Rp5 juta untuk cicilan kartu kredit. Setelah kupegang-pegang, kubolak-balik berkali-kali, kupencet-pencet keyboar QWERTY-nya, ternyata aku kurang sreg dengan  keyboardnya yang menurutku terlalu empuk dan terkesan ringkih, berbeda jauh dengan keyboard blackberry passport silver edition yang empuknya pas dan terkesan kokoh. Karena aku masih ragu dan waktuku sangat terbatas, kuputuskan untuk menunda pembelian blackberry classic saat itu.

Entah mengapa aku kurang tertarik dengan smartphone lainnya, tapi aku sempat tertarik sih dengan Lenovo Phablet Plus dengan harga miringnya dan Lenovo Vibe Shot yang elegan. tapi karena aku sudah punya iPad Mini 2 dan kamera mirrorless Olympus Pen, jadinya ketertarikan sesaatku itu cepat menguap. Namun, bagi kalian yang ingin mencari gadget-gadget, terutama gadget android maupun iOS banyak diskon yang diumbar di Indocomtech ini. Sayang rasanya kalau melewatkannya kalau memang sudah berniat untuk ganti smartphone. Tapi ingat ya, tetap bijak dan cerdas ...dalam belanja

Oiya, saat di Indocomtech aku sempat apply kartu kredit BRI Touch yang katanya gratis iuran tahunan seumur hidup, kali aja disetujui, kan lumayan, haha......

Gudeg Bu Dibyo Bintaro

Seporsi Gudeg Bu Dibyo (dok.pribadi)
Gudeg, entah mengapa lidahku sangat cocok dengan masakan manis khas Jogja ini, padahal aku orang pantura yang umumnya tidak suka dengan masakan manis. Mungkin aku masih punya darah Jogja dari ibuku yang asli Bantul.

Makanan yang satu ini memang ngangenin, saking lamanya aku nggak makan gudeg asli sejak hampir 7 tahun yang lau, ketika istriku ke Jogja aku pesen untuk dibelikan gudeg kaleng, kali aja bisa mengobati kerinduanku dengan gudeg, tapi ternyata tidak, beda banget rasanya bahkan malah cenderung asam, ehmmmm,.....

Nah, kemarin kebetulan aku pijat di Ken Hermawan Bintaro. Aku yang belum sarapan dari pagi, usai pijat, aku sudah tidak mampu lagi menahan demo dari seisi perutku. Akhirnya aku mampir ke Gudeg Bu Dibyo yang kata temenku enak banget.

Dari Ken Hermawan di Sektor 5 depan Kampus STAN, kulajukan motorku ke arah Plaza Bintaro dan terus ke timur sampai dengan perempatan bangjo Pondok Ranji. Kalau ke kanan ke arah stasiun Pondok Ranji, kalau ke kiri ke arah Pondok Betung. Kubelokkan motorku ke arah kiri. Kira-kira 1 km ke utara di sekitar sektor 4 Bintaro, di kiri jalan ada tulisan Gudeg Bu Dibyo yang nyempil di sebuah ruko kecil, mungkin ukuran 3 x 6 meter. Saya sarankan kalau mau kesana pelan-pelan saja, karena kalau kecepatan tinggi sering nggak kelihatan terlewat begitu saja.

Sampai di sana segera kupesan Gudeg, "Bu, ini gudegnya pakai ayam kampung nggak?", tanyaku ke Bu Dibyo sambil membaca menu dan harganya yang tertera di meja etalase.

"Iya betul pakai ayam kampung!", jawabnya lembut.

Kupesanlah seporsi gudeg dengan ayam opor yang kulihat di daftar menu itu seharga Rp30ribu. Agak mahal, tapi wajarlah karena pakai ayam kampung.

Setelah kutunggu sekitar 5 menit, akhirnya gudeg pesananku datang dengan komposisi nasi putih, ayam kampung paha opor, krecek, sambal, dan tentunya gudeg yang diguyur dengan areh. Areh inilah kesukaanku yang rasanya legit dan gurih, ini yang kucari setiap kali aku menikmati gudeg, AREH-nya! Rupa areh mirip dengan bumbu maskaan rendang yang sama-sama terbuat dari santan kelapa berbumbu. Tak lupa kupesan minuman spesialnya, Es Beras Kencur!

Es Beras Kencur (dok. pribadi)
Sambil makan, aku ngobrol dengan Bu Dibyo. "Bu, kok bukanya jam 11, nggak buka lebih pagi Bu?", tanyaku sambil makan dengan lahap.

"Nggak Mas, soalnya nggak punya asisten. cuma sendirian. Saya rumahnya jauh di Ciledug, terus pagi baru masak di sini!" jawabnya.

Bu Dibyo juga menceritakan kalau banyak pelanggannya yang pesan ke dia melalui Go Jek untuk pengantarannya. Ternyata si Ibu berasal dari Tamansiswa Yogyakarta, dan baru awal tahun ini berjualan di lokasi yang sekarang ini. Sebelumnya dia berjualan di dekat Dapur Cokelat kalau nggak salah Bintaro Sektor 3A.

Memang legit rasa gudeg dan arehnya. Ayam kampungnya juga gurih dan empuk, mantap makyuss lah pokoknya. Oiya jam buka gudeg Bu Dibyo setiap hari pukul 11.00 s.d. 20.00 WIB, dan tutup pada hari Jumat, tapi kemarin hari Jumat malah pas buka, karena beliau mau tutup pada hari minggu. Ya pas Bejoku, haha....

Oiya beliau juga jualan garang asem, tapi pas aku datang kemarin garang asemnya belum matang, mungkin next time lah kucoba....


Thursday, October 22, 2015

Akhirnya Dapat Uang Jajan dari Google Adsense

Screeshot Email Pemberitahuan Pembayaran dari Google
Setelah setengah tahun bergelut dengan adsense, dan melototin pendapatan di akun adsense tiap hari, sen demi sen, akhirnya kemarin aku dapat email pembayaran dari google.

Jumlahnya cuma US$ 118 masih sangat jauh dari master-master adsense yang bergentayangan d dunia maya. Tapi lumayan lah bisa untuk bayar perpanjangan domain, hehe...... Sebelumnya aku kira kode MTCN Western Union-nya akan dikirim melalui surat, eh ternyata cuma dikirim via email. Jadilah kucoba-coba siang tadi mencairkannya di kantor pos.

Kebetulan di samping kantorku ada Kantor Pos, jadilah aku menyempatkan beberapa menit untuk menyambanginya. Masuk Kantor Pos yang berada di kawasan Kotabaru Pontianak itu, jika aku biasanya langsung mengambil nomor antrean di meja satpam yang ada di balik pintu masuk, kali ini tidak kulakukan. Aku berpikir mungkin khusus untuk layanan Western Union dilayani dengan nomor antrean yang berbeda. Ketika mau kutanyakan ke Pak Satpamnya ternyata tidak standby di tempatnya. Jadilah aku tanya pada ibu-ibu yang sedang asik bercengkerama di salahsatu bilik layanan Batara Pos.

"Maaf Bu, kalau mau mencairkan Western Union di bagian mana ya?", tanyaku agak sungkan.

"O, ngisi formulir warna kuning dulu Mas di sana!", sahutnya sambil menunjuk ke meja pengisian berbagai macam formulir.

Cuaca siang Pontianak siang tadi yang cukup panas dan gerah di dalam ruaang utama Kantor Pos plus bumbu kabut asapnya, tak mampu meredam kegembiraanku menanti pencairan 'uang jajan' dari Google itu, haha.....

Aku pun mengambil nomor antrean dan menuju meja pengisian formulir. Kutulis nama, Tempat tanggal lahir dan alamatku sesuai dengan KTP beserta nomor HP-ku. Nama pengirim juga kucantumkan dalam Hal ini Google Asia Pasific Pte Ltd. yang berbasis di Singapore.

Formulir Pencairan Dana Western Union (dok. pribadi)
Usai kutulis formulir Western Union, tak sampai tiga menit berselang terdegarlah panggilan nomor antreanku. Langsung saja aku menuju loket 2. Langsung saja kuutarakan maksudku untuk mencairkan Western Union sambil kusodorkan formulir yang telah kuiisi. Kusodorkan pula KTP dan fotokopiannya. Tak cukup dengan KTP, si Mbak memintaku menujukkan SIM, mungkin untuk penguat bukti identitas, soalnya di KTP-ku kan nggak domisili di Pontianak, melainkan di Tulungagung Jawa Timur. Si Mbak juga memintaku untuk menyebutkan Money Transfer Control Number (MTCN) yang berjumlah 10 digit yang ada di email pemberitahuan pembayaran dari Google.
Kantor Pos Kotabaru Pontianak  (dok. pribadi)

Hanya sekitar lima menit aku berdiri di depan loket dan sudah beres proses pencairannya. Terakhir aku cuma diminta tanda tangan slip tanda terima pembayaran, dan ternyata aku mendapat Rp1.614.300,00 dari konversi US$118 dengan nilai konversi US$1 = Rp13.678,00 kurs yang berlaku saat itu. Lumayan juga ya, Alhamdulillah.

Asiknya lagi, mencairkan Western Union ke Kantor Pos ternyata tidak dikenakan biaya sepeser pun.