Tuesday, May 27, 2008

2nd Anniversary of Bantul Earthquake

Hari ini 27 Mei 2008 tepat 2 tahun saat gempa besar melanda Yogyakarta. Sekedar flashback ke masa itu, pagi itu hari sabtu sekitar jam 6 pagi aku bangun tidur. Belum beranjak aku dari kasur, saat kukucek mataku tiba-tiba terdengar suara gemuruh di plafon kamarku. Dalam pikiranku saat itu tak terpikir kalau itu adalah gempa, aku berpikir itu suara gaduh kucing yang biasanya terdengar di plafon. Aku baru menyadarinya saat kakakku yang kebetulan saat itu menginap di kosku langsung beranjak bangun dan berusaha membuka kunci pintu kamar yang sangat sulit dibuka karena tergoncang-goncang. Perjuangan kami untuk keluar kamar tidak selesai sampai disitu. Ternyata semalam aku juga mengunci pintu ruangan di luar kamarku sehingga kamu juga kesulitan membukanya. Sesampainya di luar kamar ternyata gempa sudah selesai. Aku pun lega kamarku nggak roboh.

Sabtu itu kebetulan aku akan ke kampus Klebengan tepatnya di persemaian. Seusai gempa aku pun langsung mandi dan meluncur ke kampus klebengan. Aku pun langsung menuju persemaian tempat penelitian tanaman cendanaku. Saat aku lagi asik mencabuti rumput, tiba-tiba dari arah jalan raya terdengar raungan sepeda motor ke arah utara semua. Kala itu aku berpikir, kok sepeda motor banyak yang ke utara sih. Penasaran dengan apa yang terjadi, akui pun langsung keluar menuju jalan raya, ternyata banyak sekali sepeda motor yang ,elaju ke arah utara dengan wajah-wajah panik. Aku pun bertanya dengan penjual gorengan yang biasa mangkal di pinggir jalan itu, "Mas ada apa to, kok rame banget?". Jawab si penjual itu, "katanya ada tsunami Mas, air sudah sampai Bantul!", ujarnya dengan wajah yang panik. Aku pun setengah tak percaya, namun aku berusaha berpikir logis kalau itu cuma isu saja. Toh aku dah pernah ke Aceh yang gempanya sangat besar, tsunaminya hanya sekitar radius 5 km dari pantai. Kok ini malah isu tsunami dah sampai Bantul bahkan mendekati Yogyakarta. Jarak antara Yogya dengan Parangtritis kan sekitar 40 km dan jarak Bantul dengan Pantai Selatan sekitar 20 km. "Nggak mungkin ada tsunami!", pikirku. Aku pun tidak ikut-ikutan untuk pergi ke arah utara, untunglah aku bukan orang yang cepat panik. Tak lama pula si penjual gorengan bersama gerobaknya pun sudah menghilang dari pandangan mataku.

Saat itu kuputuskan untuk tetap di kampus Klebengan dan aku mencoba naik ke atap gedung lantai 3, melihat apa benar ada tsunami. Ternyata aku lihat dari atap ke arah selatan tidak ada apa-apa, malahan pada saat aku naik ada gempa susulan kecil yang membuat gedung tambah tergoncang. Aku pun langsung turun ke bawah dan ngobrol-ngobrol dengan penjaga persemaian. Sambil mencoba bersms dengan ibuku, aku pun sarapan di warung sekedar mengisi perut sambil ngobrol-ngobrol sama si penjualnya tentang gempa. Pada saat itu aku belum berpikir bahwa desa-desa di kawasan Bantul rata dengan tanah.

Aku pun memutuskan untuk berjalan-jalan keliling kota melihat situasi pasca gempa. Di rumah sakit PAnti Rapih banyak pasien yang berada di pelataran parkir, lampu lalu lintas pun mati di semua persimpangan. Kulanjutkan perjalananku ke Jalan Solo. Kulihat atap lobi di Saphir Square roboh dan beberapa dindingnya juga ambrol. Begitu pula di Ambarrukmo Plaza yang ambrol dindingnya dan kaca-kaca yang pecah.

Sesampainya di kos aku dan teman-teman kosku jalan-jalan melihat kerusakan kota. Kupotret berbagai gedung yang rusak dengan kamera hp-ku. Di depan hotel Novotel terlihat banyak turis yang sudah bersiap-siap check out meninggalkan hotel. Gedung Gramedia mengalami kerusakan ringan di bagian atapnya.

Malam harinya aku baru bisa melihat berita TV ternyata kerusakan di daerah Bantul begitu parah. Malam itu aku tidak tidur di kamar melainkan di ruang TV depan kamarku agar jika sewaktu-waktu ada gempa susulan, aku bisa langsung keluar. Di lingkungan sekitar kosku, orang-orang rame menggelar tikar di pinggir jalan untuk tidur karena takut ada gempa lagi.

Pada hari Senin, Ibuku datang dari Pati. Aku dan Beliau langsung meluncur ke desa Patalan, Jetis, Bantul, tempat kelahiran Ibuku. Sesampainya di sana yang kulihat hanya reruntuhan puing-puing rumah kakek nenekku. Ibuku menangis sesampainya di sana berpelukan dengan Pak Lek-ku yang Alhamdulillah selamat dari gempa itu. Aku tak habis pikir, apa jadinya jika kakakku yang tiga hari sebelumnya masih tinggal di rumah itu tidak pindah ke Wates. Syukur kakakku sepertinya sudah dapat 'wangsit' untuk pindah dari rumah itu, padahal biasanya jam 6 pagi dia seperti biasa selalu melaksanakan panggilan alam nongkrong di 'Aura', sebutan kami untuk WC di rumah nenekku itu. Kulihat Aura pun hancur lebur tertutup tembok besa setebal dua batu bata.

Saat kembali ke kosku dari desa Patalan, aku sengaja lewat jalan Imogiri untuk menghindari macet. Dengan naik motor dan memakai jas hujan, aku dan ibuku menerjang gelapnya malam diiringi hujan deras. Ternyata di jalan Imogiri Barat juga macet seperti halnya Jl. parangtritis, Ibuku hanya bisa trenyuh membayangkan apa yang terjadi pada saudara-saudaranya di desa yang kehujanan tidak punya rumah.





Friday, May 2, 2008

Moviebox

Barusan tadi siang aku nonton iron man di twenty one amplas. Ngomong-ngomong soal film nih, dulu sebelum ada 21 di amplas aku sering banget nonton di Mataram Theater (sekarang dah almarhum) dan di Moviebox (studio mini home theater).

Nah tempat yang kusebut terakhir itu yang sering kusambangin sekaligus banyak menyimpan cerita lucu dan unik....(ada baiknya cerita di Blog ini kubuat bersambung). moviebox kukenal pada bulan Mei 2003. Saat itu anak-anak IFSA bikin acara nonton bareng, dan film pertama yang kutonton di Moviebox kala itu adalah 50 First Date yang dibintangi Drew Barrymoore (salah tulis ya...?).

Mulai saat itulah aku sering ke Moviebox. Anehnya seringku ke Moviebox bukan karena aku getol banget pengen nonton, tapi karena aku dapet tiket gratis nonton......! Tidak hanya sekali dua kali aku dapet tiket nonton di moviebox, tapi puluhan kali......! Tiket itu sendiri kuperoleh dengan sedikit perjuaangan dengan ikut kuis radio-radio di Jogja. Sedikit pulsa telepon dan sms berbuah tiket gratisan, he he....! Dari tiket-tiket gratisan itulah, aku bisa ngedate, ngumpul bareng temen2 n yang penting nggak bikin kantongku kering. Berbagai kisah unik ada dibalik tiket gratisanku itu.

Pernah suatu ketika aku dapet 4 tiket gratis berarti bisa dipakai untuk 8 orang. Jadilah temen-temen sekosku kuajak. Sampai-sampai mbaknya yang jaga di Moviebox terbengong-bengong. Yang ikut heboh juga ternyata salah satu mbaknya yang jaga, ikut juga nonton dengan pacarnya duduk di bangku paling belakang sambil makan gorengan, kontan aja kuledek abis-abisan karena kami memang sudah kenal akrab gara-gara tiket gratis itu juga!(bersambung....)