Wednesday, March 30, 2016

Pengalaman Naik Uber Ketemu Sopir Newbie

Hampir tiga minggu di Jakarta aku benar-benar dimanjakan sama UBER. Gimana nggak, pergi ke kantorku di daerah Kebayoran Baru balik lagi ke rumahku di daerah Serua, Tangsel dengan jarak sekitar 30km, terasa nyaman dan tentunya nggak capek. Nah, kemarin hari minggu aku ada pengalaman unik dengan salah satu sopir UBER ketika aku mau balik ke Pontianak.

Minggu siang itu, abis dzuhur kupesanlah UBER dengan tujuan ke Bandara Cengkareng. Sempat muncul tarif tinggi UBER karena mungkin permintaan yang banyak, tapi kutunggu sekitar 3 menit tarifnya berubah normal. Agak lama aku mendapatkan UBER, dan akhirnya dapat juga, tapi kok estimasi kedatangan sopir UBER lebih dari 20 menit. "Ah nggak papa, malah aku bisa siap-siap dulu, nggak keburu-buru!", pikirku saat itu.

Penasaran berada dimana, kutelponlah si sopir UBER-nya, ternyata dia masih di daerah Bintaro Hill, Jalan Merpati Raya, kira-kira berjarak 3,5 km dari rumahku. Kutunggu-tunggu sampai jam 2 siang kok nggak datang-datang, padahal kulihat di aplikasi UBER, dia sudah masuk ke kompleksku, dan kemudian keberadaannya di layar iPad-ku hilang ting....! Kucoba telpon, tapi nggak nyambung-nyambung karena nggak aktif atau di luar jangkauan. Kucoba telpon terus akhirnya bisa dan ternyata benar dia sudah berada di depan kompleks dan memberitahuku kalau HP-nya error.

Lega juga rasanya, hampir aja aku pesan taksi konvensional karena rencananya take off jam 17.10 sore.

"Maaf Pak tadi HP saya ngedrop dan error, saya jadi bingung!", ujarnya.

"OK, nggak papa, kita langsung ke Bandara ya Mas Terminal 2F!", sahutku

Langsung lah kami jalan, tak beberapa keluar dari kompleks aku tanya ke si sopir,

"Mas, tahu jalan ke bandara ya yang nggak lewat tol?"

"Wah saya kurang tahu Pak!", jawabnya singkat

"Waduh, lha terus kalau nganter penumpang biasanya gimana?", tanyaku

"Ya  saya lihat rute di HP saja Pak!"

"OK, silakan ikuti rute saja!"

Menjelang pintu tol BSD dia ngambil ke arah tol, nggak ambil lurus ke arah Kota Tangerang.

"O lewat tol ya mas?, tanyaku lagi

"O ini lewat tol ya Pak?", tanyanya balik

"Iya lewat tol, yo wis lewat tol aja, daripada susah-susah nyari njalan, ini kartu tol-nya!", sambil kusodorkan kartu indomaret yang sekaligus sebagai e-toll card (emoney Mandiri).

"Ini nggunainnya gimana Pak!", tanyanya lagi

"Whatttss.... mosok nggak tahu, mosok nggak pernah sekalipun masuk ke gerbang tol otomatis? Itu lho mas gerbang tol yang warnanya kuning oranye ada tulisannya GTO!", jelasku agak gregetan.

"Iya Pak sekalipun saya belum pernah lewat pintu tol yang pakai kartu!", jawabnya.

"Oalah kok bisa ya orang kayak gini jadi sopir UBER, nekat banget nih orang, untung orangnya ramah, kalau nggak udah kuomelin tuh orang!", pikirku saat itu.

Sampai di GTO Pondok Ranji, kuminta dia untuk menempelkan kartu di alat pembaca kartu tol sampai terbuka portalnya. Percobaan pertama ternyata lancar. Selama perjalanan aku lihat google maps sambil sesekali mengingatkan dia untuk siap-siap ambil arah kiri atau kanan dan selalu waspada dengan papan penunjuk arah. Waduh,...... Biasanya aku bisa tidur nyenyak, malah ini kayak jadi navigator.

Sesampainya di kawasan Bandara dia nanya lagi di mana letak Terminal 2

"Udah mas diikuti saja papan-papan penunjuk arahnya tuh, nanti kalau di keberangkatan itu yang lantai dua, naik flyover", jawabku.

Akhirnya sampai juga aku di bandara, kukasih lah tips Rp20ribu buat dia. Dari rumahku ke bandara eh cuma 75 ribu padahal seharusnya lebih dari itu, setelah kulihat histori jalurnya ternyata agak ngaco, lebih pendek alias motong jalur, mungkin karena HP-nya yang lagi error, kasihan juga masnya. Selama di perjalanan selain sebagai 'navigator, aku juga nanya-nanya tentang dia. Dia sebelumnya bekerja sebagai bartender di salah satu Hotel di Kemang, dan karena menikah dengan teman yang berkerja dalam satu hotel yang sama, diharuskan salah satu resign, dan dia yang milih resign. Dia pun katanya baru sekitar semingguan nyoba jadi soir UBER, itupun diajak kerjasama dengan temannya yang punya mobil. Dia juga jujur nekad menjalani profesi ini karena belum hafal jalanan ibukota. tapi salud aku dengan kenekatannya meskipun agak merepotkanku, coba bayangkan kalau penumpangnya nggak tahu jalan juga atau gagap teknologi google maps, haha.....

Ok, ternyata memang UBER selain memberikan kemudahan bagi para penumpangnya, juga memberikan lapangan pekerjaan bagi banyak orang.

Pengalamanku naik UBER selama ini cukup nyaman, dan aku merekomendasikan bagi teman-teman yang belum pernah mencobanya. Untuk bisa dapat voucher Rp75ribu bagi yang mau pertama kali nyoba UBER download aplikasinya di https://www.uber.com/invite/8vywygh8ue atau masukkan kode promo 8vywygh8ue di menu promotion UBER.

Selamat Mencoba!

Cara Mendapatkan Kursi di Pintu Darurat Pesawat Garuda Indonesia

Setiap kali aku naik pesawat, aku punya tempat favorit duduk yaitu di kursi di pintu darurat khususnya di samping jendela. Bukannya malah kesannya menakutkan? Nggak bagiku, malah menyenangkan karena kakiku yang panjang ini bisa selonjor bebas ke depan. 

Aku biasanya check in melalui fasilitas web check in Garuda di websitenya, nah kan bisa milih kursi tuh, tapi setiap kali check ini pasti slot di kursi darurat tandanya silang yang berarti sudah terisi. Tapi ternyata tanda silang itu bukan menunjukkan keterisian melainkan memang dikosongkan untuk check in secara online, yang berarti kita tidak bakal bisa memilih pintu darurat jika check in secara online.

Mengapa hal itu dilakukan? Ya lagi-lagi karena urusan safety, jadi yang menentukan penumpang di pintu darurat haruslah petugas counter check in di bandara dengan pertimbangan bisa melihat secara fisik langsung siapa nanti calon penumpang yang akan duduk di kursi darurat yang harus memenuhi kualifikasi tertentu seperti cukup dewasa dan sehat secara fisik. Coba bayangkan kalau yang duduk di kursi darurat adalah seorang anak-anak, bisa-bisa dia main-main dengan gagang pintu darurat dan tidak sengaja membukanya, bisa berabe ntar.... atau penyandang disabilitas yang sekiranya kesulitan jika bergerak cepat dan membuka pintu darurat.

OK, so bagaimana caranya agar dapat duduk di kursi pintu darurat tapi ingin tetap web check in dengan alasan agar tenang tidak terburu-buru mengejar waktu check in di bandara? Kalau aku sih tetap saja melakukan web check in dan memilih kursi sembarang yang sekiranya masih kosong sesuai preferensiku, nah saat aku di bandara langsung saja menuju ke counter check in, dan bilang saja sudah web check in dan kita ingin pindah di kursi darurat. Biasanya kita diizinkan jika memang memenuhi kriteria fisik penumpang yang  bisa duduk di pintu darurat. DI Boarding pass kita juga akan tertera keterangan special request.

Meskipun secara ruang kaki (leg space)-nya luas, ada beberapa kekurangan jika kita duduk di pintu darurat:
  1. Kita tidak bisa menaruh barang bawaan di bawah kaki, karena dianggap bisa menghalangi jalan ketika suatu keadaan darurat terjadi, so kita wajib memangkunya atau ditaruh di bagasi kabin.
  2. Ketika makanan berat dibagikan, biasanya penumpang yang duduk di pintu darurat akan mendapatkan makanan paling akhir alias lama menunggu. Coba kalau pas lagi laper banget, ngiler tuh liat penumpang di depan sudah makan duluan. Untungnya biasanya aku ke lounge 'gratisan' dulu sebelum boarding, so nggak laper-laper banget, hehe....
  3. Jika penumpang lainnya meja makannya ada di sandaran belakang kursi di depannya, maka di pintu darurat meja makan itu dikunci, jadi sebagai gantinya, ada meja makan lipat yang terselip di sandaran tangan di kursi, yang agak ribet kita membukanya apalagi jika penumpang sebelah kita badannya besar, harus permisi-permisi dulu.....
Tapi kekurangan-kekurangan itu nggak masalah bagiku, senyampang ruang kakinya luas, hehe....

Tuesday, March 29, 2016

Pengalaman Menginap di Hotel Amaris Panglima Polim Blok M

Setelah dua hari menginap di Fave Hotel Melawai Blok M, akhirnya senin pekan lalu aku mencoba menginap di Hotel Amaris Panglima Polim Blok M. Kesan pertama begitu aku masuk di lobby-nya adalah simple. Kebetulan aku pesan kamar standar dengan twin bed, tapi berhubung temanku tidak jadi ikut menginap kuminta diubah menjadi kamar standar single bed.

Aku diberi kunci kamar 101. Begitu aku mau membuka pintu, aku surprise dengan bentuk kuncinya yang berupa kartu bolong-bolong yang baru pertama kali itu aku liat. Biasanya yang pernah kulihat adalah kunci berbentuk kartu magnetik ataupun RFID. Ternyata setelah kugoogling itu jenis kunci kartu manual yang memang ada lubang-lubang uniknya, jadi ingat zaman telepon kartu, haha....

Begitu masuk kamar, ternyata kamarnya lebih sempit daripada kamar di Fave Hotel. Cukup minimalis. Ternyata kamarku terletak di samping tangga darurat yang berada di balik jendelaku. Wah nggak asik banget pemandangannya.....! tapi lumayan lah spring bednya ukuran queen, so masih bisa guling sana-sini tanpa khawatir terjatuh.

Kamar mandinya juga cukup sempit dengan dilengkapi closet dan shower saja, sedangkan wastafel berada di luar kamar mandi. Untuk springbed-nya aku lupa mereknya apa tapi cukup nyaman lah. Tidak tersedia teko pemanas, namun disediakan dispenser di luar kamar yang entah aku tidak memperhatikan berada dimana (keberadaan dispenser itu kata temanku yang pernah menginap di amaris).

Saatnya breakfast keesokan harinya. Menurutku makanannya sedikit lebih komplit daripada di Fave Hotel. Ada omelet-nya, dan masakannya juga cukup enak meskipun secara variasi kurang. Ruang makannya jauh lebih kecil daripada di Fave Hotel.

Untuk parkirannya meskipun sempit hanya berada di depan hotel, yang pasti tidak ditarik biaya parkir , berbeda dengan apa yang terjadi di Fave Hotel. Oiya, Amaris ini merupakan hotel jaringan Santika khusus hotel kelas budget. Tapi tarif hotel di Blok M memang terkenal nggak 'budget' alias mahal untuk fasilitas sekelas bintang dua.Oiya, letak Hotel Amaris Pangloma POlim ini berada di dekat Ujung Blok M Plaza arah ke Fatmawati.

Saturday, March 19, 2016

Pengalaman Menginap di Fave Hotel Melawai Blok M

Hotel di kawasan Blok M terkenal agak mahal-mahal untuk ukuran hotel bintang 2 atau 3. KEbetulan hari hari senin dan selasa lalu aku menginap di Fave Hotel Melawai Blok M. Mengapa aku memilihnya, karena lokasinya berhadapan dengan Blok M Square, pusat perbelanjaan kelas menengah bawah yang lumayan lengkap di Blok M, so kalau mau nyari makan cukup mudah. Lokasinya juga dekat dengan tempat acaraku.

Aku beli voucher hotel di pegipegi.com karena lebih murah dari publish rate resmi hotelnya. Fave Hotel Melawai yang masih satu manajemen dengan Aston Group ini merupakan hotel budget bintang 2, tapi jangan ditanya, ternyata tarifnya kayak tarif bintang tiga bahkan empat. Untuk kamar standarnya saja tarifnya saat itu lebih dari Rp600ribu.

Aku pesan kamar standar dengan twin bed karena aku mengajak teman kantor untuk menemaniku menginap. Nah betapa terkejutnya aku, ternyata springbed-nya kecil banget ukuran 100x200 yang menurutku terlalu kecil untuk orang dewasa, standar twin bed di hotel-hotel yang pernah kusinggahi ya 120x200. Tapi kualitas springbed lumayan juga sih, mereknya SERTA yang menurutku sudah cukup bagus hampir setara King Koil. Kamarnya kira-kira cuma sekitar 17 m2 dengan penataan yang memberikan kesan lapang, sehingga masih ada cukup tempat untuk tempat sholat.

Kebetulan aku dapat kamar di lantai 5 yang langsung menghadap blok M Square dan kawasan Blok M, sehingga dari segi view-nya cukup bagus. Namun yang kusayangkan jendelanya dapat dibuka dengan mudah, sehingga cukup membahayakan jika yang menginap adalah keluarga dengan anak-anak kecil.

AC yang ada di kamar bukan berupa AC Sentral melaikan AC Split yang suaranya cukup berisik sepanjang malam, tapi tetap saja aku bisa tidur karena capek banget, hehe.....

Untuk kamar mandinya cukup luas. dengan air panas yang lancar. Saat mau mandi aku sempat mencari-cari keberadaan shampo, dan tidak ketemu-ketemu, kuminta temanku untuk menghubungi room service, ternyata shamponya jadi satu dengan sabun cair, two in one, haha...... Di kamar mandi juga tersedia dua botol air mineral ukuran kecil, entah bermerek apa namanya, aku lupa.

Salah satu competitive advantage dari pelayanan sebuah hotel yang paling memberikan kesan kepada para tamu hotel adalah menu makan paginya. Dan ternyata eng ing eng..... tidak memuaskan sama sekali menu makan paginya. Sangat irit sekali dalam menyajikan menu makanan. Ok lah hotel budget, tapi tarifmu kan nggak budget hai fave hotel.... kamu menang lokasi saja. Mengenaskan lah, kayak menu makan sebuah guest house 200ribuan saja. Alih-alih jus jeruk yang disajikan, ternyata cuma sirup jenis orson, arghhh......

Jujur aku nggak merekomendasikan untuk menginap di fave hotel melawai, kecuali jika kamu memang pengen dekat pusat perbelanjaan. Fave cuma menang di lokasi yang sangat strategis, dekat pusat perbelanjaan dan bisnis. Sesuatu yang membuatku sangat jengkel adalah ketiadaan free parking-nya. Masak sudah bayar mahal-mahal harus bayar parkir sesuai tarif parkir area blok M square yang kebetulan saat itu aku naik motor sama temanku dengan tarif Rp2000/jam, so kalikan saja semalam habis berapa, atau bisa juga membeli voucher parkir Rp25ribu ke hotel Fave untuk sekali keluar kompleks Blok M Square tidak terbatas waktu. Kenapa Fave nggak menggratiskan saja tarif parkir untuk para tamu hotelnya, malah disuruh beli, ngaco nih manajemen hotelnya, nggak mau memanjakan tamunya sedikitpun. Kata mbak-mbak resepsionis hotel Fave sih, pengelola parkir Blok M Square nggak mau kerja sama sengan Hotel Fave, tapi meskipun nggak mau kerja sama, berilah frevoucher 25ribu setiap hari untuk tamu hotelnya, apa ruginya sih dibandingkan dengan tarif hotelnya yang sudah mahal.

Semoga jika ada manajemen Fave Hotel yang membaca tulisanku ini, bisa menjadi bahan perbaikan ke depannya.



Pengalaman Naik UBER saat Jam Berangkat Kantor

"Waduh, sudah jam enam lebih kok belum juga dapat UBER ya, wah bisa-bisa terlambat nih!", pikirku saat itu. Iya ternyata pesan UBER saat jam-jam berangkat kantor agak susah juga ya. Memang sebelumnya aku pernah pesan UBER sekitar jam 05.50 bisa langsung dapat, eh ternyata lain waktu berikutnya tidak semudah saat itu.Kesuitan mencari Uber bukan karena ada semacam tarif tinggi seperti halnya saat jam pulang kantor, atau jam-jam sibuk lainnya, melainkan ketiadaan mobil UBER.

Hari Senin lalu aku pesan UBER dari sekitar jam setengah 6 sampai jam 6 lebih nggak dapat-dapat juga. Seringkali status di aplikasinya NO Cars Available. Tapi akhirnya dapat juga, dan senangnya tarifnya masih normal. Hiks!

Tapi perjalananku pagi itu terasa lama banget karena terkena macet di perempatan Fatmawati, untungnya di flyover JLNT Antasari lancar jaya, so akhirnya nyampai kantor sekitar pukul 8 pagi, hampir saja terlambat, hehe....

Memang di daerah tempat tinggalku di sekitar BSD yang tergolong jauh dari ibukota, banyak pekerja yang memanfaatkan UBER pada pagi hari untuk berangkat kerja, daripada capek-capek nyetir mobil sendiri bermacet-macet ria. So sebaiknya kita pesan lebih awal agar bisa mendapatkan mobil UBER secepatnya, atau kita bisa menghubungi driver UBER yang sudah kita kenal atau menjadi langganan kita untuk menjemput kita, dan baru menghidupkan aplikasinya ketika sudah di rumah kita agar dapat  orderannya.

UBER memang sagat membantu.....!

Oiya buat kamu yang mau nyoba UBER untuk pertama kalinya dapatkan voucher gratis Rp75ribu dengan cara mengunduh aplikasinya di https://www.uber.com/invite/8vywygh8ue atau masukkan kode voucher promo 8vywygh8ue

Pengalaman Naik UBER saat Jam Sibuk Pulang Kantor

Ternyata nyari UBER saat jam-jam sibuk terutama saat pulang kantor susah-susah gampang. Susahnya tarifnya naik berkali-kali lipat dari tarif normal, gampangnya ya jika kita setuju dengan tarif tinggi ya gampang dapat mobil UBER.

Memang UBER menggunakan kebijakan ini agar si sopir mendapatkan penghasilan lebih karena biasanya menghadapi kemacetan, dan penumpang pun yang mau membayar lebih bisa lebih mudah mendapatkan mobil UBER. Kenaikan harga UBER berkali-kali lipat ini kualami kemarin hari Rabu. Saat itu aku pulang pukul 5 sore, langsung lah aku pesan UBER dengan tujuan ke rumahku di Tangsel dari kantorku di kawasan Kebayoran Baru. Betapa terkejutnya aku ketika kubuka ternyata tarif saat itu 2 kali lipat dari normal. Kutunggulah beberapa saat agar tarifnya turun. Biasanya memang tarif UBER terupdate dalam rentang waktu sekitar 5 menit.

Lima menit sudah berlalu, kubuka lagi aplikasi UBER dan membuatku lebih terperangah, tarifnya naik menjadi lebih dari 2 kali lipat. Kutunggu lagi, akhirnya tarifnya turun menjadi 1,6x lipat, dan kutunggu lagi akhirnya turun lagi jadi 1,4x lipat. Bermaksud pengen menunggu menjadi 1,2x lipat, eh malah tarif berikutnya langsung loncat jadi 2 x lipat, terus menjad ouncaknya 2,7x lipat, Oh No..... mengapa tadi nggak langsung kuorder saat tarifnya 1,4x lipat. Sampai azan maghrib, yang berarti sudah sekitar satu jam aku ngubek-ubek aplikasi UBER, masih saja tinggi tarifnya, akhirnya kuputuskan untuk maghriban dulu di masjid kantor, kali aja habis maghrib tarifnya terjun bebas karena doaku dikabulkan Allah, hehe.....

Eh bener juga lho, abis maghriban kubuka lagi aplikasi UBER tarifnya telah turun jadi 1,5x lipat, langsung saja kuorder daripada nanti naik lagi seperti sebelumnya. Lega juga akhirnya aku dapat mobil UBER dan bisa pulang ke rumah meskipun tarifnya lebih mahal dari tarif normal, toh masih lebih murah jika aku harus naik taksi, hehe.....

So saranku jika saat jam sibuk pulang kantor tapi kamu tidak terburu-buru, lebih baik nunggu dulu tarifnya turun ketinggi lagi tinggi-tingginya, kalau menurutku ya kalau tarifnya masih 1,5x lipat ya diambil saja toh masih lebih murah dari taksi biasa.

Pro Kontra UBER dan GRAB

Tahun 90-an atau bahkan tahun 2000-an tak pernah seorang pun berpikir kalau perusahaan taksi akan mendapatkan pesaing sengit. Ya, adanya aplikasi 'taksi' online saat ini yaitu UBER yang telah mendunia ataupun GRAB si aplikasi taksi online dari negeri jiran Malaysia, telah membuat kalang kabut para pengusaha taksi di Tanah Air, terutama si Burung Biru yang menjadi raja taksi negeri ini.

Awal pekan ini ada demo besar-besaran sopir taksi di Jakarta agar pemerintah memblokir aplikasi UBER ataupun GRAB. Dalih yang selama ini berulangkali di ungkapkanoleh UBER adalah mereka bukan perusahaan taksi melainkan perusahaan teknologi aplikasi yang berpartner dengan rental mobil, so mereka tetap menganggap nggak melanggar undang-undang. Nah, apapun dalil kedua belah pihak, menurut saya sebagai konsumen, siapa yang memberikan keuntungan paling banyak kepada konsumen alias harganya lebih murah dan nyaman ya itulah yang akan dipilih oleh penumpang.

Zaman udah berubah bro.... perusahaan taksi harus tahu kondisi ini, perubahan itu pasti, zona nyaman dengan keuntungan besar selama berpuluh-puluh tahun sudah saatnya berubah. Bahkan Undang-undang yang mengatur keberadaan angkutan umum pun sudah selayaknya untuk ditinjau kembali, toh gunanya undang-undang kan seharusnya bisa memberikan manfaat lebih banyak kepada masayarakat umum, dan terbukti aplikasi semacam UBER itu memberikan manfaat besar bagi masyarakat pengguna transportasi umum.

Ini bukan masalah sekedar aplikasi yang memudahkan dalam pemesanan tapi yang paling besar berpengaruh terhadap suksesnya UBER dan sejenisna adalah soal tarifnya yang jauh lebih murah daripada taksi biasa. Ya jelaslah masyarakat kita yang sebagian besar masih kalangan price sensitive akhirnya memilih UBER. Berarti hal ini bisa menjadi koreksi bagi perusahaan taksi yang mana ternyata tarif mereka ternyata tergolong mahal, yang mana ada andil pemerintah dalam penentuan tarif taksi tersebut.

Sejak akhir tahun lalu aku sering menggunakan aplikasi UBER dan dari hasil ngobrolku dengan beberapa sopirnya, mereka bisa mendapatkan pendapatan yang jauh lebih murah daripada jika jadi pengemudi taksi, lagi-lagi ya karena tarif UBER yang murah sehingga frekuensi order pun juga semakin banyak. Terbukti dengan tarif murah UBER saat ini, para drivernya malah mampu meraih pendapatan yang jauh lebih banak daripada sopir taksi konvensional, dalam hal ini jelas terbukti bahwa tarif taksi saat ini MAHAL!

Gimana nggak mahal, dari rumahku saja ke Bandara jika naik taksi biasa sekitar Rp170-190rb, kalau aku naik UBER hanya sekitar Rp100-120rb. Signifikan kan perbedaannya.....

So, jika para perusahaan taksi masih pengen eksis di zaman internet ini, harus mau merubah proses bisnisnya, kalau nggak mau dan tetap resisten ya siap-siap saja gulung tikar dan hanya menjadi sejarah......