Sunday, June 22, 2014

Memiliki Bukan Harus Selalu Menikmati

"Ketika sesuatu yang dimiliki tidak sepenuhnya dinikmati"

Pernahkah kita mengalami situasi seperti pernyataan di atas? Setidaknya saat ini aku sedang mengalaminya. Kita seringkali memiliki sesuatu tapi jarang atau sedikit sekali kesempatan kita untuk menikmatinya dalam hal ini menjadi lebih bahagia karena manfaat dari sesuatu itu.

Beberapa hal saat ini yang kumiliki tapi masih sedikit kesempatanku tuk menikmatinya:

1. Rumah
Sejak pertengahan 2012 Alhamdulillah rumah baruku sudah jadi. Selama kurang lebih 3 bulan aku menghuninya, tentunya dengan perasaan senang, bahagia, dan bangga sudah punya rumah sendiri meskipun masih nyicil KPR. Usai pulang kantor dengan badan yang capek, bisa langsung istirahat di kasur empuk, kamar yang dingin, dan kompleks perumahan yang nyaman tenang, plus udara yang masih fresh membuatku segar kembali ketika bangun keesokan harinya.

Rumahku yang kebetulan berada di hook dan bersebelahan dengan taman yang hijau membuatku semakin betah berlama-lama tinggal di rumah mungilku itu.

Euforia kegembiraan punya rumah baru ternyata hanya berlangsung 3 bulan saja. Aku harus meninggalkan rumah baruku untuk sementara waktu karena harus pindah tugas ke Balikpapan. Tak terasa sudah hampir 2 tahun aku meninggalkan rumah itu, meskipun ketika aku sedang dinas ke Jakarta hampir selalu kusempatkan untuk mampir dan menginap di rumahku itu, meskipun aku sebenarnya dapat jatah hotel. Nyamannya kamar hotel menurutku tidak lebih nyaman dari kamar di rumah sendiri.

Sekarang rumahku itu ditempati kakakku, masih mending kakakku mau tinggal disitu, kalau dibiarin kosong pastinya akan rentan rusak. Kalau disewain juga menurutku uang sewanya tidak sepadan dengan potensi kerusakan rumah itu sendiri jika dihuni orang lain.

Menjadi anak kos ketika sudah punya rumah sendiri itu memang sungguh ironis. Dulu niatnya punya rumah itung-itung agar uang sewa kos bisa dialihkan untuk uang nyicil KPR tiap bulannya, eh sekarang malah terpaksa jadi anak kos lagi, bayar uang kos plus tetep saja kewajiban nyicil KPR tak bisa diabaikan.

2. Mobil
Akhir Desember 2013 kemarin aku dan istri memutuskan untuk membeli mobil seharga 230-an jt yang menurutku itu bukan sebuah harga yang murah. Anak istriku masih tinggal di Tulungagung, dan tentunya mobil itu juga ada bersama mereka. Tapi memang tujuan utama kami membeli mobil adalah agar lebih mudah kalau mudik ke Pati dan anak kami si Manggala yang seneng banget sama mobil bisa jalan-jalan naik mobil.

Yang pasti aku bisa merasakan mengendarai mobil sendiri ketika aku menjenguk anak istriku di Tulungagung. Kalau soal menikmati mobil untuk aku sendiri sih tidak begitu menjadi persoalan, yang penting anakku senang bisa jalan-jalan pakai mobil plus istriku juga dimudahkan dalam mobilitasnya.

3. Anak dan Istri
Bukan menikmati dalam arti memanfaatkan, tapi lebih tepatnya menikmati kebersamaan sebagai sebuah keluarga. Kebersamaan ketika kami berjauhan memang sangat berharga sekali dan mahal harganya. Seringkali aku merasa iri ketika melihat keluarga kecil yang bahagia dengan kebersamaan mereka, teman-teman kantor yang anak dan istrinya berkumpul dengannya dalam satu rumah. Sedangkan aku hanya bisa merasakan kebersamaan itu ketika aku mudik ke Tulungagung. Untungnya sekarang banyak aplikasi instant messaging seperti whatsapp dan sebagainya yang memudahkan kami mengirim file foto maupun video sehingga aku bisa melihat perkembangan Manggala dengan segala tingkah polah lucunya setiap saat.

Memiliki bukan berarti harus senantiasa menikmatinya. Ketika kita mampu merubah pola pikir kita bahwa kebahagian bisa diperoleh tidak melulu dengan bisa menikmati apa yang kita miliki, melainkan dengan melihat sisi-sisi positif yang seringkali terabaikan atau tidak terpikirkan, maka kita akan mendapatkan kebahagiaan yang sejati.

Keadaan yang kita hadapi adalah suatu yang dinamis, so kapan ya aku bisa kumpul bersama keluargaku tercinta di rumah mungil kami, ha ha......

Tuesday, June 3, 2014

Terminal 2 Bandara Juanda Surabaya

Landing di Juanda Jumat malam itu terasa lebih mulus tidak seperti penerbanganku dengan CRJ 1000 sebelumnya yang limbung bikin sport jantung. Namun sesaat setelah landing, pesawat bukannya belok ke kiri menuju apron seperti biasanya melainkan berbelok ke arah kanan. Pikirku semula jangan-jangan si pilot lupa kalau terminalnya berada di sisi utara landas pacu.

Beberapa saat kemudian dari jendela pesawat terlihat beberapa pesawat komersial yang parkir di apron selatan landas pacu. Begitu turun dari pesawat barulah nampak sebuah bangunan terminal yang tampaknya baru, itulah terminal 2 Bandara Juanda dengan bangunan moderen yang berdiri di bekas terminal lama bandara Juanda.

Begitu masuk di terminal baru, timbul kekhawatiran tidak ada fasilitas Bus Damri Bandara, namun hal itu terbukti hanya kekhawatiran yang tak beralasan. Aku pun naik Damri menuju Terminal Bungurasih. Di terminal baru itu sudah nampak ramai dengan tenant-tenant terutama food and beverage, dengan counter Roti 'O' yang tentunya ada di terminal baru ini.

Seminggu lebih setelah liburanku di Tulungagung, Jawa Timur dan Pati, Jawa Tengah aku harus kembali lagi ke Balikpapan tanggal 1 Juni Kemarin. Kali ini aku kembali menggunakan Garuda yang sudah pasti memakai Bombardier CRJ 1000 untuk rute SBY - BPN. Sesampainya di terminal Bungurasih kucoba bertanya kepada Petugas, Armada Bus Damri yang tujuannya ke terminal 2. Jika salah tujuan ke terminal 1 bisa berabe karena antara terminal 1 dan 2 terpisahkan oleh landas pacu yang tidak terhubung satu sama lain. Beberapa bulan yang lalu jika kita ke terminal bungurasih tidak perlu bertanya bus damri yang jurusan mana karena semua akan diantar ke terminal 1, namun sejak pertengahan Februari kemarin dari terminal Bungurasih ada 2 jurusan Bus Damri Bandara.

Terminal 2 berada di sisi selatan Landas Pacu dan jarak tempuh ke Terminal Bungurasih Surabaya bisa ditempuh lebih singkat sekitar 10 menit. Lumayan bisa lebih cepat...

Tarif sebesar 20 ribu Rupiah sama dengan tarif Bus Damri jurusan terminal 1 meski dengan jarak tempuh yang lebih pendek. Bus Damri yang menuju terminal 2 biasanya tidak lebih banyak penumpangnya daripada yang menuju terminal 1. Hal ini dikarenakan untuk sementara ini setahuku baru maskapai Garuda Indonesia dan Air Asia yang memakai terminal ini, tapi kemarin aku juga melihat counter tiket citilink, jangan-jangan citilink sudah pindah juga ke terminal 2?

Ngomong-ngomong soal terminal baru (terminal 2) Bandara Juanda Surabaya kesan moderennya terlihat dari desain bangunan yang didominasi warna silver, dengan atap rangka baja yang terkesan kokoh dan pemakaian kaca-kaca lebar dengan plafon tinggi yang memungkinkan cahaya masuk lebih banyak dan sirkulasi udara lebih baik. Kontras dengan terminal 1 yang kesan Bangunan Jawa sangat kental. Jujur untuk desain dan konsepnya saya lebih memilih terminal satu, karena menunjukkan karakter Budaya Jawa yang kental.

Sesampainya di terminal 2 Juanda, aku langsung menuju mushola di sisi pojok paling barat serambi terminal. Usai dari mushola menuju ke pintu masuk terminal pandanganku tertuju ke sebuah benda mirip wastafel lengkap dengan krannya yang dari stainless steel, dan terpampang tulisan 'air kran siap minum'. "Wow seperti di negara-negara maju saja ada air kran siap minum!", pikirku saat itu.

Masuk ke terminal Bandara disambutlah pengunjung dengan deretan tenant-tenant semacam mall mini yang merupakan meeting point bagi calon penumpang, pengantar, ataupun penjemput yang semuanya bisa masuk berbelanja atau sekedar nongkrong di mall mini itu. Seperti konsep di Bandara Sepinggan Balikpapan yang baru. Ada toko reseller Apple yaitu EMAX, adapula Starbucks, Roti O, Hokben, dan tenant-tenant lainnya. Masuk ke arah kiri menuju ruang check in yang cukup luas dan lengang. Lampu-lampu pun sedikit yang menyala bahkan untuk lampu di atap tidak ada yang menyala karena sudah terang dari cahaya alami matahari yang masuk melalui kaca-kaca besar yang mendominasi bandara ini. Pengelola Bandara yaitu pihak Angkasa Pura I mengklaim terminal ini adalah terminal Eco friendly yang seminimal mungkin menggunakan energi listrik.

Kebetulan boardingku melalui Gate 1. Gate ini ternyata tidak terletak di lantai 2 seperti halnya gate lainnya melainkan di dekat area meeting point. Seperti di Bandara Sepinggan Baru, pemeriksaan X-Ray hanya dilakukan satu kali setelah check in menuju waiting room. Mungkin karena dengan naik CRJ 1000 tidak bisa menggunakan garbarata makanya terletak di lantai 1. Waiting Room di Gate 1 tidak cukup luas, paling tidak hanya cukup untuk menampung sekitar 100 orang.

Toilet di Terminal 2 pada umumnya lebih luas dan lebih bersih dari terminal 1. Tapi soal hiasan bunga hidup semacam Anggrek Bulan maupun Krisan yang banyak bertebaran di terminal 1 tidak kujumpai sama sekali di terminal 2 ini.

Satu Fasilitas lagi yang sangat kusayangkan belum ada di terminal 2 yaitu LOUNGE GRATIS. Kalau di terminal 1 aku bisa mampir di Blue Sky Executive Lounge atau di Singosari Lounge. Pantesan akhir-akhir ini saat aku di Blue Sky tidak seramai sebelumnya ternyata sebagian pelanggannya yang penumpang Garuda sudah pindah di terminal 2.

Terminal 2 ini katanya mampu menampung 6 juta penumpang per tahun, sedangkan terminal 1 mampu menampung 7 juta penumpang per tahun. Dengan kapasitas 13 juta penumpang per tahun tetap saja Bandara Juanda mengalami over capacity, mengingat saat ini penumpang di Juanda sudah mencapai 17 juta lebih dalam setahun. Terkesan pembangunan terminal 2 nanggung, tidak dimaksimalkan, entah kurang dana atau ada alasan lainnya. Entahlah...

Menurut berbagai kabar yang ada pihak AP I mau membangun landas pacu baru bahkan rencananya dua landas pacu sekaligus mengingat kepadatan jadwal take off dan landing semakin tinggi frekuensinya. Ya moga saja benar adanya kabar tersebut.