Tuesday, March 31, 2015

Pengalaman Naik ATR 72 - 600 Garuda Indonesia

Pesawat Garuda Indonesia ATR 72-600
(dok. pribadi)
Aku nggak bakal main ke Pontianak kalau nggak tugas.... ternyata bukan sekedar surat tugas, melainkan SK (Surat Keputusan) aku harus pindah ke Pontianak. Jumat minggu lalu, untuk pertama kalinya aku menempuh perjalanan Balikpapan - Pontianak. Bukan dengan pesawat jet semacam Airbus dan Boeing, melainkan memakai pesawat propeler alias baling-baling (nggak pakai bambu) yang tak lain adalah pesawat Jenis ATR 72 - 600.

Garuda Indonesia mempunyai 8 armada untuk pesawat jenis ini. Beberapa diantaranya digunakan untuk menghubungkan kota-kota di Kalimantan, dari Timur ke Barat bahkan sampai masuk ke pedalaman. Iya benar, dari Balikpapan ke Palangkaraya, Palangkaraya ke Pontianak, dan Pontianak ke Puttusibau.

Pengalaman pertama naik ATR kurang mengenakkan, diawali dengan delay sekitar satu jam. Kami pun diberikan snack ringan untuk keterlambatan.Sekitar pukul 09.30 kami pun boarding, dan Voila..... ternyata ini to pesawat ATR yang populer itu! Pesawatnya relatif kecil dengan dua baling-baling di sayap kanan kirinya. Yang unik dari pesawat ini, pintu masuk penumpang melalui pintu belakang, sedangkan pintu depan dipakai sebagai tempat penyimpanan bagasi.

Tempat duduk penumpangnya ada 70 kursi, 2 kursi awak kabin, dan dua kursi di kokpit. Susunan kursinya 2 - 2, alias dua di kanan dan dua di kiri. Kebetulan aku menaiki kursi 21K, yang kupikir ditengah ternyata paling depan di samping jendela darurat, yang pasti ruang kaki lebih besar.

Toiletnya cukup bersih, nyaman meskipun sangat sempit tapi cukup efisien dan efektif. Dilengkapi dengan wastafel kecil, sabun cuci tangan, pegangan di dinding toilet untuk orang tua, closet duduk dengan flush dari bahan stainless steel. Bersih lah pokoknya, nggak seperti toilet kereta api eksekutif yang masih saja jorok, apalagi dibandingkan dengan toilet bus malam, aduh jauh bangetttt.....

Untuk take off dan landingnya tidal memakan waktu yang lama seperti pesawat jet. Kebisingan mesin pesawat di dalam kabin pun masih dalam batas yang wajar. Lumayan anteng pesawatnya, nggak terkesan limbung. Overall bagus lah untuk pesawat sekecil ini. Pesawat-pesawat model ATR 72 ini memang lebih efisien untuk menempuh jarak yang relatif dekat, misal dalam satu pulau. Lagi pula tidak perlu landasan pacu yang panjang.

Oiya sepanjang perjalanan Balikpapan, aku mendapatkan 2 kotak snack dan minuman by request semacam jus, susu, the, kopi, air mineral, susu, soda. Sayang nggak ada makan besarnya.....

Waktu tempuhnya tergolong lama bila dibandingkan pesawat jet. Dari Balikpapan sekitar pukul 09.30 WITA sampai di Pontianak sekitar pukul 11.30 WIB dengan transit di Palangkaraya kurang lebih 20 menit. Plus minus 3 jam lah, padahal kalau ke jakarta dari Balikpapan yang jaraknya lebih jauh cuma 1 jam 50 menit.

Sekedar Tips: Sebaiknya jika naik ATR 72 pilihlah kursi yang dekat jendela karena bisa menikmati pemandangan bawah yang bagus, dikarenakan pesawat jenis ini tidak bisa terbang setinggi pesawat jet. Kalau pesawat jet yang nampak kan hanya awan putih saja, kecuali saat mau landing atau take off.

Selamat mencoba ATR 72-600!

Baca juga: Pengalaman Naik CRJ 1000 Bombardier Garuda Indonesia


Sunday, March 29, 2015

Kuliner Balikpapan: Sop Kikil 'Mbah Dul"

Semangkuk Sop Kikil dan pelengkapnya (dok. pribadi)
Saat awal-awal aku di Balikpapan sekitar Bulan Oktober 2012, aku diajak senior di kantorku makan di warung Mbah Dul alias Warung Surabaya. Tepatnya di Jalan Gadjah Mada Balikpapan. Kalau dari arah Pasar Damai menuju ke arah kota. Sesampainya di depan Pasific Buliding (Panin Bank / Aston) kita belok menuju seberang jalan ada gang masuk. Nah kira-kira 20 meter masuk gang kita belok ke kiri. Kita lurus saja, kira-kira 100 meter ketemu warung sederhana bernama warung Surabaya, ditandai dengan pagar kayu dan cat dinding rumah berwarna hijau. Kalau dari arah Gang samping Gedung Keuangan Negara (GKN) terus saja lurus ke timur, nanti kira-kira 500 meter di kiri jalan ada warung surabaya. Warungnya sederhana banget, dan merupakan bagian lantai 1 dari rumah Mbah Dul.

Warung Pojok Surabaya "Mbah Dul" (dok. pribadi)
Pemiliknya aku nggak tahu nama persisnya, yang kukenal ya beliau dipanggil Mbah Dul, konon katanya karena beliau sering memanggil para pelanggannya Dul - Dul, maka akhirnya Beliau pun disebut pelanggannya Mbah Dul. Beliau sudah sepuh sekali, umurnya lebih dari 80 tahun. Berjalannya pun sudah ketimik-ketimik, membuatku khawatir kalau-kalau Beliau terjatuh.

Nah, kembali lagi ke soal menu. Saat pertama kali aku kesana, dipesankanlah aku semangkok sop Kikil. "Wow, rasanya mantap sekali! Makyuss tenan pokokke!", teriakku dalam hati.

Seringkali weekend pas aku main ke Plaza Balikpapan untuk nonton atau ke Gramedia, kusempatkan mampir ke warung Mbah Dul. Rasa kikilnya itu lho.....ngangeni banget.....! Tapi seringkali saat aku kesana sedang tidak ada sop kikil ataupun sudah habis. Jadilah menu alternatif lainnya yaitu rawon yang tak kalah enaknya. Adapulan menu lain, ada kepiting yang tentunya murah meriah, pepes patin, soto babat, dan masih banyak lagi. Tapi sekedar catatan, tidak semua menu itu tersedia setiap hari.
Aku bersama Mbah Dul dan putrinya (dok. pribaadi)

Semangkuk Sop Kikil plus nasi putih dan tumis-tumisan/pelengkap lainnya dihargai Rp13.000, dan Es The Manis Rp3.000,- Jadi biasanya aku makan di situ cuma habis Rp16.000,- Worth it banget lah pokokknya, apalagi ramah di kantong! Soal rasa nggak usah ditanya lagi, apalagi kalau disajikan panas-panas. Oiya, tipsnya sebaiknya jika mau makan menu sop kikil, datang ke warung Mbah Dul sebelum istirahat siang, soalnya sering kehabisan. Atau telpon dulu Mbah Dul, masak kikil nggak hari ini, karena aku beberapa kali kecele kesana Beliau nggak masak kikil karena nggak ada stok kikil di pasar.

Hari Kamis 26 Maret 2015 kemarin kusempatkan terakhir kalinya aku ke Mbah Dul sebelum pindah tugas ke Pontianak dan sekaligus pamitan dan mohon pangestu dari Beliau.

Sop Kikil Mbah Dul! Nggak ada duanya, uennakkkk tenannnn!

Baca juga:
Kuliner Balikpapan: Tahu Telor Blora Terenak se-Balikpapan

Saturday, March 28, 2015

Kuliner Pontianak: PENGKANG


Pengkang (dok. pribadi)
Puas Jalan-jalan ke Singkawang dan sekitarnya, tibalah saat kami pulang. Berangkat setelah sunset dari Pantai Batu Payung atau yang lebih beken disebut dengan Pantai MiMiLand, kami melaju langsung ke arah Pontianak. Sesampainya di Jalan Raya antara Mempawah dan Pontianak, karena sudah waktunya makan malam mampirlah kami ke suatu rumah makan yang lumayan rame, lebih tepatnya Pondok Pengkang Peniti, berlokasi di Jl. Raya Peniti Luar Km. 30. Kata driver kami, masakan seafood di rumah makan ini segar-segar dengan satu menu istimewanya.

Pondok Pengkang Peniti ini salah satu rumah makan tertua di kawasan ini. Menu Khasnya adalah ketan yang membalut udang dan dibungkus dengan daun pisang, dijepit dengan bambu dan dibakar. Mirip-mirip lemper, namun ini lebih besar dan isinya adalah udang.

Disajikan dengan sambal Kepah, semacam kerang menambah nikmat pengkang yang disajikan hangat-hangat setelah dibakar. Setiap japit bambu berisikan dua buah pengkang berbentuk segitiga. Cara memakannya pun cukup sederhana, yaitu dengan mencocol pengkang dengan sambal kepah yang rasanya enak menurutku.

Nah, ini bagian yang sensitif, yaitu soal harga. harga yang tertera di daftar menu adalah Rp7000/jepit pengkang (isi 2) dan Rp25000 untuk satu porsi sambal Kepahnya. Lho kok malah jauh lebih mahal sambalnya??? Mungkin Kepahnya kali yang mahal, atau lagi sulit dicari, entahlah.....

Sambal Kepah (dok. pribadi)
Untuk menu makanan lain yang disajikan di rumah makan ini menurutku relatif mahal. Kebetulan aku pesan nasi goreng kepah, ternyata hasilnya kurang memuaskan. Kepahnya ternyata digoreng tersendiri, tidak dicampur langsung saat menggoreng nasi, rasanya pun kurang terasa kalau itu kerang plus agak alot jadinya karena digoreng. Beda banget dengan kepah yang dibuat sambal. Untuk menu-menu ikan segarnya mungkin patut dicoba, tapi ya itu tadi tergolong kurang ramah kantong sih untuk orang sepertiku yang masih termasuk kalangan price sensitive.

Jadi untuk menyantap hidangan di Pondok Pengkang Peniti, aku cuma merekomendasikan Pengkang dan sambal kepahnya. Itu hidangan otentik/khas dari rumah makan ini.

Friday, March 27, 2015

Perjalanan Ke Pontianak (Part 1)

Semalam aku cuma tidur kurang lebih empat jam. Kusetel alarm HP pukul 04.24 agar aku bisa melanjutkan packing yang rasanya kok nggak kelar-kelar juga. Akhirnya jam setengah enam pagi selesai sudah packingku dengan satu kardus besar berisikan berbagai macam barnag, satu koper berisikan full pakaian, 3 buah tas punggung berisikan 2 laptop dan entah barang-barang apa lagi yang membuat seluruh tasku overcapacity.

Setengah 7 pagi saatnya kumeninggalkan kos Hj. Lilis di MT Haryono Dalam yang telah menaungiku selama 2,5 tahun di Balikpapan. Kebetulan aku diantar Mas Totok Satpam Kantor dan ditemani teman kosku si Rahmat ke Bandara Sepinggan.

Sesampainya di Bandara, kulangsung Check In, dan tibalah saat menimbang bagasi.

"Mas, ini over 26 kg ya!", ujar si mbak petugas di counter check in

"Per kilonya berapa mbak?", sahutku.

"Ke Pontianak sekilonya ke charge Rp38ribu. Memang paling mahal Pontianak Mas, ke Jakarta aja cuma Rp33rb.", ujar mbaknya santai.

"Hah, gila tau gitu kuposkan aja bagasi ini. masak hampir 1juta sendiri bayar bagasi, masak hampir sama dengan harga tiketnya!", ujarku dalam hati.

"Gini aja mas, mas saya bantu 600 ribu di sini.", kata si mbak yang membuatku tambah bingung.

"Lha terus sisanya saya harus bayar kemana?, tanyaku balik setengah kebingungan.

"Maksud saya, mas cuma bayar 600rb saja."

"Oh gitu.....nggak ada diskon lagi nih?", pintaku sambil memendam rasa penasaran.

Langsung saja kubayar tunai 600 ribu di tempat, dan si mbak menyuruhku meninggalkan bagasiku yang kardus gede di situ aja, padahal sebelumnya si mbak menyuruhku membawa bagasi kardus ke x-ray khusus bagasi kardus.

Aku masih penasaran, kenapa kok bisa ada diskon over bagasi, dan prasangka burukku pun mulai bekerja! jangan-jangan...... Ah entahlah, yang penting aku nggak perlu repot-repot membawa kardus segede gaban itu sendiri!

Buru-buru kumenuju pintu pemeriksaan, dan masih kubawa tas punggung dua buah, tas kamera, dan tas kecil lainnya. Ku langsung menuju Blue Sky untuk mengisi perut yang sudah mulai keroncongan..... Jam delapan kumeninggalkan lounge menuju ke ruang tunggu. Betapa terkejutnya aku, ternyata sesamainya di Gate 4, boarding yang seharusnya jam 08.10 ditunda, dan diinformasikan pesawat akan diberangkatkan jam 09.20! Buset dah, delay 50 menit. padahal penerbangan pagi, kok ada delay segala, mungkin masalah teknis mesin. Kami pun diberikan snack dari pihak maskapai. "Huh Garuda kok ikut-ikutan delay!", gerutuku dalam hati.

Kurang dari jam sepuluh pesawat pun diberangkatkan. Ternyata pesawat yang digunakan adalah ATR 200! Oh no....pakai pesawat baling-baling bambu! pantesan jadwalnya lama banget, pakai ATR to!  jadi rute pesawat ini memang untuk menghubungkan kota-kota di Kalimantan. Dari Balikpapan, ke Palangkaraya, kemudian ke Pontianak, dan lanjut ke Puttusibau pedalaman Kalimantan Barat.

Aku duduk dibangku paling depan di kursi nomor 21K dekat jendela sebelah kanan dan pas di pintu darurat. Lumayan lega pastinya, dan sepanjang perjalanan pun kumanfaatkan untuk motret sana sini plus mengambil video pemandangan saat landing dan take off dari pesawat.

Kurang dari satu jam perjalanan, pesawat pun mendarat di Bandara Tjilik Riwut Palangkaraya dan berhenti sekitar 20 menit untuk menaik turunkan penumpang dan bagasi. Aku pun tetap berdiam di dalam pesawat. Saat perjalanan dari Baliaakpapan ke Palangkaraya tempat duduk di sebelahku kosong jadi aku lebih bisa leluasa, namun setelah dari Palangkaraya tempat duduk sebelahku terisi oleh Bapak-Bapak berwajah oriental.

Selama di pesawat yang sedemikian lamanya perjalanan melebihi lama penerbangan Balikpapan-Jakarta, penumpang hanya diberi dua kali snak saja, nggak ada makanan berat. Saat dari Balikpapan - Palangkaraya hanya diberi snack berisikan risoles daging, roti kacang, dan aqua gelas mini. Hampir sama, rute Pangkaraya-Pontianak yang ditempuh selama 1 jam 20 menit hanya mendapatkan snack berupa arem-arem, roti, dan aqua botol kecil, plus minuman yang bisa kita request mau jus, kopi, teh, soda, ataupun susu.

Sekitar pukul setengah 12 WIB kami pun mendarat di Bandara Supadio Pontianak. Aku di jemput sama temanku satu angkatanku Bang Yudha dan driver kantor Mas Barqie. 

I'm Coming Pontianak!!!...... (bersambung)

Note: Artikel ini kutulis di kos baruku di dekat kantor menjelang tengah malam.


Tuesday, March 24, 2015

Perjalanan Ke Candi Penampihan Tulungagung

Minggu 22 Maret 2015 Kebetulan aku masih di Tulungagung, melepas rindu dengan anak istri di kampung sebelum aku pindah tugas ke Pontianak Jumat ini. Minggu pagi setelah dari pasar mengantar istri belanja, dan mengajak Manggala jalan-jalan ke Alun-alun kota, kami sekeluarga besar mertuaku berencana berwisata ke lereng Gunung Wilis, tepatnya di Candi Penampihan.

Gunung Wilis dari Tulungagung berada di Barat Laut. Sebelum ke Candi Penampihan kami mampir di Pesanggrahan Gunung Wilis. Di Pesanggrahan Gunung Wilis yang terletak di Kecamatan Sendang,  tersedia bungalow, taman bermain anak-anak, dan adapula gua pertapaan. Manggala senang sekali bermain jungkat-jungkit dengan Pak Dhe-nya. Dia senang sekali naik turun tangga bangunan yang mirip punden berundak yang kondisinya kurang terawat dan tidak aman untuk anak sekecil Manggala. Jadi yang membawa balita perlu diperhatikan terus karena juga terdapat jurang yang lumayan dalam di tepi taman.

Banyak buah-buahan di taman itu, ada pohon durian yang sangat menggoda buahnya, adapula pohon manggis yang baru berbuah, kebetulan mobil kami di parkir di bawah pohon manggis. Seumur-umur baru kali itu aku melihat langsung pohon manggis yang sedang berbuah, biasanya cuma pohonnya atau bibitnya saja. Hawa udara di taman kurang begitu sejuk, dengan pengunjung yang relatif sedikit. Mobil hanya ditarik parkir Rp5000 saja, dan tidak ada tiket masuk, seperti dikelola seadanya.

Setelah sekitar setengah jam puas menikmati suasana taman sambil berfoto bersama plus selfie-selfie pakai tongsis adik ipar, kami pun melanjutkan perjalanan menuju Candi Penampihan. Dari Pesanggrahan Gunung Wilis masih sekitar 30 menit perjalanan dengan medan yang relatif menanjak dan jalan yang semakin menyempit.

Setelah berbelok ke arah kanan dari jalan utama, jalanan berganti dengan medan yang lebih berat dengan aspal yang sudah terkelupas berubah menjadi jalan makadam yang terjal. setelah sekitar 10 menit menyusuri jalan terjal kami pun sampai di pelataran parkir Candi Penampihan dengan perjuangan bertanya kesana kesini dengan orang yang kebetulan berpapasan di jalan.

Ternyata kami satu-satunya pengunjung Candi yang memakai mobil, yang lainnya mayoritas anak-anak muda yang mengendarai sepeda motor. Ya maklum saja medannya yang relatif berat untuk wisata, jadinya sepi pengunjung terutama kalangan keluarga.

Udara segar dan sejuk menyeruak menyambut kami ketika pintu mobil dibuka. "Ah segarnya....!" ujarku sambil menghirup dalam-dalam udara pegunungan yang sejuk dan segar. Di situ terlihat Kebun Teh Mini yang luasnya paling hanya beberapa ratus meter persegi, tapi entahlah kalau dibalik bukit masih ada kebun the lagi. "Dimana ya letak candinya?", pikirku sambil tengok kanan kiri. Ternyata candinya ada di bawah pohon besar.

Kami pun bergegas menuju kompleks Candi yang kebetulan saat itu ditutup pintu pagarnya, namun Ibu penjaganya dengan ramah membukakan pintunya sehingga kami pun bisa masuk dengan leluasa. Manggala senang sekali berlari kesana-kemari, dan naik turun tangga candi yang hanya tersisa reruntuhannya saja seperti punden berundak dan sebuah prasasti di dekat pintu masuk yang kutak tahu apa artinya, mungkin ditulis dengan huruf Palawa berbahasa Sanskerta.

Candi Penampihan adalah Candi Hindu, bisa dilihat dengan adanya simbol siwa berupa Lingga yang berada sebelum pintu masuk yang sekarang tinggal replikanya saja, yang asli mungkin sudah diamankan di museum.

Asik berfoto ria di kompleks Candi dan mengabadikan momen-momen dengan video, kami pun beranjak ke spot lainnya, yaitu sumber air TIRTA AMERTA. Sumber air ini sangat jernih, segar, dan dingin. kubasuh muka dan tanganku, tak lupa juga kuminum langsung airnya tiga teguk meskipun belum dimasak. Manggala pun tak mau kalah, dia mandi di sumber air yang dingin itu dan tentunya menggigil kedinginan.

Tak komplit jika belum berfoto ria dengan background sumber air yang setingnya mirip seperti suasana di Bali itu, karena ada semacam patung yang disarungi atau dikeramatkan. Puas berfoto ria dengan background sumber air, kami pun menuju parkiran untuk bergegas pulang. Namun, sebelum kami pulang, tak lupa berfoto ria lagi di tengah-tengah kebun teh. Haha....serasa di Puncak Pass!

Ternyata Tulungagung selain mempunyai wisata Pantai yang menarik, juga mempunyai objek wisata di Lereng Gunung Wilis yang potensial untuk dikembangkan.